JAKARTA - Stellantis, raksasa otomotif hasil merger Fiat Chrysler dan PSA Peugeot Citroen, berencana melawan dominasi produsen mobil listrik China dengan cara unik. CEO Stellantis Carlos Tavares menyatakan mereka siap membangun pabrik baru untuk memproduksi kendaraan listrik (EV) berbasis teknologi dari Leapmotor, yang justru afiliasi mereka di China.
Leapmotor sendiri adalah produsen mobil Cina yang berkantor pusat di Hangzhou, yang mengkhususkan diri dalam pengembangan kendaraan listrik.
"Pemerintah Barat mungkin tergoda untuk memblokir ekspor China," kata Tavares, dilansir dari Reuters, 20 Februari.
"Kami memiliki kesempatan untuk merakit mobil Leapmotor di 'gelembung' internal kami. Bisa di Eropa atau Amerika Utara,” lanjutnya.
Kabarnya, Italia sedang dipertimbangkan sebagai lokasi pabrik Leapmotor pertama. Namun, Tavares menegaskan, tidak ada alasan untuk mengecualikan negara lain yang memiliki pabrik Stellantis.
Keputusan ini didorong oleh tekanan untuk menurunkan harga mobil listrik agar bisa bersaing dengan pabrikan China. Tavares memprediksi konsolidasi besar-besaran di industri otomotif global akibat kompetisi ini, tapi untuk Stellantis sendiri, belum ada pembicaraan merger atau akuisisi besar.
"Kami sudah cukup sibuk dengan urusan internal," ujarnya, menanggapi rumor potensi merger dengan Renault.
BACA JUGA:
Tavares memperkirakan hanya akan ada lima pemain utama di industri otomotif masa depan, disebabkan oleh masalah ekonomi akibat melawan BYD dan raksasa otomotif China lainnya.
"Patut dipertanyakan apakah kita bisa melawan perusahaan China besar seperti BYD jika terbelenggu aturan anti-monopoli yang membatasi kerja sama antar-perusahaan Barat," katanya.
Menurutnya, produsen mobil saat ini dihadapkan pada tekanan menjual EV dengan harga setara mobil bensin konvensional.
"Selama kita belum bisa melakukannya dengan tetap untung, kita belum memenuhi harapan konsumen," tegas Tavares.
Dia memperkirakan produsen China memiliki keunggulan biaya produksi 30 persen dibandingkan Barat.
"Perlindungan tarif tidak akan membantu," ujarnya.
Tavares memprediksi jika pabrikan China memutuskan membangun pabrik di Meksiko untuk ekspor ke Amerika Serikat, pemerintah Meksiko akan menyambut baik investasi tersebut.
"Washington harus memilih: melanggar perjanjian perdagangan USMCA, atau berpotensi menambah tekanan migrasi pekerja Meksiko ke Amerika Serikat untuk mencari pekerjaan," pungkasnya.