Bagikan:

Pengumuman Gibran Rakabuming Raka dan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 telah memunculkan tanda tanya besar mengenai hubungan antara Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Meskipun awalnya terlihat harmonis, hubungan keduanya kini dikabarkan retak.

Tanda-tanda ketegangan muncul saat Gibran Rakabuming Raka dan Prabowo Subianto diumumkan sebagai capres dan cawapres. Dalam pidatonya, Gibran dengan tegas menyatakan bahwa Jokowi memberikan restu dan dukungan penuh pada pencalonan mereka. Hal ini menimbulkan spekulasi tentang ketidakselarasan hubungan antara Jokowi dan PDIP, partai yang membawanya ke kursi presiden.

Pernyataan Adian Napitupulu dari PDIP, yang mengungkap bahwa Jokowi pernah meminta perpanjangan masa jabatan kepada Megawati, semakin memperjelas situasi. Pernyataan dari Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, semakin memantapkan dugaan akan ketidakharmonisan hubungan keduanya.

Namun, fokus utama yang memicu pertentangan adalah rencana perpanjangan masa jabatan presiden. PDIP menegaskan penolakannya terhadap gagasan tersebut, menganggapnya bertentangan dengan semangat demokrasi. Penolakan PDIP semakin tegas saat MPR menolak upaya perpanjangan masa jabatan presiden melalui dekrit, dengan mengingat bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan.

Kabar tentang keretakan hubungan antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri juga menjadi sorotan media asing. Mereka menyoroti potensi dampak perseteruan ini pada politik dan stabilitas Indonesia, menjadikan isu ini bukan sekadar masalah nasional, melainkan perhatian global.

Ketua Bappilu Partai Demokrat, Andi Arief, menyebut perseteruan antara Jokowi dan Megawati sebagai salah satu alasan munculnya nama Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang didukung PDIP. Ganjar, Gubernur Jawa Tengah, dianggap sebagai alternatif bagi PDIP untuk mengamankan dukungan tanpa bergantung pada Jokowi.

Meskipun PDIP yakin bahwa Jokowi menolak perpanjangan masa jabatan, isu ini terus menghangat menjelang Pilpres 2024. Ada yang menyebut bahwa konflik ini bukan semata-mata karena ambisi politik, melainkan juga akibat perbedaan pandangan dan kepentingan politik. Jokowi, yang telah menjabat dua periode, mungkin memiliki visi politik berbeda dengan PDIP, menciptakan dinamika politik yang menarik dan memunculkan pertanyaan tentang arah politik Indonesia ke depan.

Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Hukum dan HAM, mengonfirmasi bahwa perpanjangan masa jabatan presiden menjadi topik pembicaraan antara Jokowi dan PDIP. PDIP, sebagai partai yang selama ini mendukung Jokowi, masih memastikan bahwa sikap mereka menolak perpanjangan masa jabatan. 

Konflik antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri mencerminkan kompleksitas politik Indonesia, menampilkan perbedaan pandangan dan kepentingan politik sebagai tantangan utama. Menghadapi Pilpres 2024, dinamika politik yang semakin menarik namun penuh intrik di Indonesia akan menjadi sorotan utama, memperhatikan pergeseran politik yang terjadi.

Namun, sikap tegas Megawati Soekarnoputri dalam menolak perpanjangan masa jabatan pantas diapresiasi. Konstitusi harus dihormati, tanpa penyalahgunaan demi kepentingan kekuasaan. Setiap orang memiliki masa dan waktunya.

Sebenarnya isu ini bukan hal baru. Sempat diletupkan oleh salah satu menteri di kabinet. Juga menuai kontroversi. PDIP juga yang paling keras menolak. Dan, dalam beberapa kesempatan, ketika isu ini muncul dan kemudian mendapat penolakan, Jokowi juga beberapa kali membantah. Jika kemudian diletupkan lagi, tentu ada tujuan. Lalu, apa tujuannya? Rasanya sulit dibantah jika hal itu ada kaitan dengan pilpres 2024.