Bagikan:

JAKARTA -  Kasus hukum terkait dugaan penyalahgunaan dana bantuan pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat masa bakti 2015-2019 masih terus bergulir meski sudah terjadi peralihan kepengurusan KONI Pusat masa bakti 2019-2023 yang dipimpin Ketua Umum Marciano Norman.

Yang menjadi kasus adalah tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018. Dengan kata lain terjadi sebelum kepengurusan KONI masa bakti 2019-2023 dilantik dan dikukuhkan pada tanggal 1 Agustus 2019.

Menanggapi kasus yang terjadi, Marciano Norman menjelaskan tengah berupaya keras membenahi akuntabilitas serta transparansi KONI dan juga anggotanya. 

“Tantangannya adalah mengembalikan kepercayaan publik kepada KONI, akuntabilitas KONI dipertaruhkan,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, 23 Juni. 

“KONI sekarang ini, kami betul-betul menjunjung tinggi hukum, kami sudah berubah, kami bisa pertanggungjawabkan itu,” lanjutnya.

Meskipun bukan terjadi pada masa kepengurusannya, KONI Pusat harus kooperatif dengan penegak hukum. 

“Kita pernah audiensi kepada Jaksa Agung dan menjelaskan bahwa KONI akan sangat bersedia mendukung aparat untuk kelancaran penegakkan hukum. Apa pun yang mereka minta, sepanjang itu dalam lingkup kita, akan kita berikan dukungan semaksimal mungkin,” jelas Marciano.

Marciano memimpin KONI Pusat sebagai lembaga yang menjunjung tinggi dan taat kepada hukum sehingga kebutuhan informasi dan data terkait permasalahan hukum yang diperlukan aparat selalu dipenuhi. Salah satu contoh adalah membantu koordinasi proses penyidikan 226 orang saksi dari sekitar 47 cabor untuk pengisian Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) BPK. Para saksi dulu adalah peserta kegiatan yang disalahgunakan oknum.

Kegiatan yang dimaksud adalah rapat koordinasi tentang Pengawasan dan Pelaporan Percepatan Program Peningkatan Prestasi Cabang Olahraga dan Fasilitas Anggaran menuju Asian Games 2018 serta rapat koordinasi dan Sinkronisasi Penerapan Perpres 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional,

Tentunya KONI Pusat turut memfasilitasi mereka, terlebih tahun ini para atlet akan hadapi beragam single/multi event nasional maupun internasional, mereka harus konsentrasi mempersiapkan diri untuk membanggakan Indonesia. 

Adanya organisasi olahraga prestasi harus mendukung agar atlet dapat meraih prestasi olahraga bertaraf internasional, bukannya melibatkan mereka dengan perkara hukum.

Langkah evaluasi dan antisipasi sangat diperlukan bahkan untuk semua anggota KONI Pusat. Kasus penetapan tersangka kepada Ketua Umum KONI Tangsel yang diduga menyalahgunakan dana hibah pada 10 Juni menjadi yang disayangkan terjadi.

Ke depan, KONI Pusat akan memberikan pedoman yang dapat menjadi rujukan atas pemberian dana hibah dari pemerintah. Pengurus KONI Pusat tengah menyusun pedoman tersebut dan diupayakan tuntas bulan Juli. “Mereka harus kuasai betul mekanisme penerimaan serta pertanggungjawaban dana dari pemerintah. Kalau masih ada penyimpangan yang diakibatkan kesalahan administrasi, kita akan bantu,” tegas Ketua Umum KONI Pusat. 

“Tapi kalau niat buruk dari pelakunya, biar diselesaikan di pengadilan,” lanjutnya meneegaskan ingin ada oknum memanfaatkan olahraga prestasi

“Dana hibah yang diberikan pemerintah ke KONI Pusat, kemudian APBD yang diberikan ke KONI Provinsi dan KONI Kabupaten/Kota betul-betul harus dikawal bersama supaya tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Kita orang di olahraga pengorbanannya untuk olahraga prestasi di Indonesia, jangan yang mengemuka masalah keuangannya,” ujarnya.

Terkait masalah hukum KONI Pusat yang masih sering dibahas, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengeluarkan rekomendasi. Mayoritas Rekomendasi BPK dari total 13 rekomendasi, sebanyak 11 berdasarkan Tahun Anggaran 2016 dan 2017. Hanya 4 di antara rekomendasi yang masih belum tuntas. Sedangkan 2 rekomendasi dari Tahun Anggaran 2018, hanya 1 yang belum tuntas.

Hampir semua yang belum tuntas karena tidak adanya dokumen yang terkait dengan kasus hukum. Pasalnya, ketika terjadi peralihan dari KONI Pusat masa bakti 2015-2019 ke masa bakti 2019-2023, tidak ada laporan “Memori Akhir Jabatan” sehingga dokumen yang diperlukan menjadi kendala hingga saat ini.

Di samping itu, dukungan dana pemerintah kepada KONI Pusat yang belum disalurkan tidak ada hubungannya dengan kasus yang sudah dan belum tuntas.

Menarik lagi jika membahas bantuan dana pemerintah, Menpora Imam Nahrawi dengan nomor SS.9.17.3/MENPORA/IX/2019 telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo tanggal 17 September 2019. Salah satu intinya adalah keinginan Menpora saat itu membantu mempercepat proses penyaluran anggaran pemerintah kepada KONI dengan merujuk regulasi yang berlaku.

Sayangnya terdapat kendala regulasi yang akan menjadi pedoman. Pertama adalah Perpres nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional yang hanya mengatur penyaluran anggaran kepada Induk Organisasi Cabang Olahraga dan National Paralympic Committee (NPC).

Kedua masih dengan Perpres nomor 95 Tahun 2017 yang mengatur tugas KONI membantu Menteri dalam hal pengawasan dan pendampingan pengembangan bakat, pengawasan seleksi calon atlet dan pelatih berprestasi serta pengawasan pelatihan performa tinggi. Sayangnya, hak KONI tidak diatur.