Bagikan:

JAKARTA - Carolina Marin terjatuh ke lantai usai berusaha melakukan pengembalian bola dengan tangan kanannya.

Dia lantas meringis kesakitan, memegangi lututnya. Pelatih Marin, Fernando Rivas, tampak khawatir, segera bergegas menolong.

Pelatih He Bing Jiao yang menjadi lawan, Xia Xuanze, juga menaruh cemas. Dia mendesak anak didiknya memeriksa apakah Marin baik-baik saja.

Rivas tampak berbicara dengan Marin yang tak kuasa menahan rasa sakitnya. Tangis pun pecah.

Dugaan awal, cedera ACL-nya kambuh. Tim medis pun masuk memberi penanganan yang membuat Marin masih melanjutkan pertandingan dengan penyangga lutut.

Namun, selepas dua reli panjang ia kembali berlutut. Tangisnya tak terelakkan lagi.

"Dia menatap saya dan berkata, 'Ini hancur'. Itu adalah perasaan yang dia tahu. Jika dia mengatakan itu kepada saya, maka itu benar," ujar Rivas di laman BWF.

Marin kemudian bangkit, tapi bukan melanjutkan pertandingan. Dia memutuskan mundur pada pertengahan set kedua semifinal Olimpiade Paris 2024, Minggu, 4 Agustus 2024.

Padahal, situasinya tengah menguntungkan pebulu tangkis asal Spanyol itu. Marin sedang unggul 10-8 saat memilih berhenti.

Ia juga sudah mengamankan set pertama dengan skor 21-14. Langkahnya ke final sedikit lagi. Mimpinya meraih medali emas kedua Olimpiade pun di depan mata.

Hanya saja, cedera lututnya membuyarkan semua angan Marin. Rivas patah hati melihat air mata anak didiknya yang gagal mewujudkan mimpinya serta menahan sakit.

"Ini lebih dari sekadar olahraga. Saya telah melatih Carolina selama 16 tahun. Jadi, dia seperti putri saya sendiri. Saya terluka lebih dari sekadar bulu tangkis. Ini (bulu tangkis) adalah hal yang paling tidak penting saat ini," tutur Rivas.

Setelah beberapa menit mendapat perawatan, dikelilingi timnya dan He Bing Jiao, Marin yang terisak-isak menolak tawaran kursi roda.

Dia tertatih-tatih keluar dari arena dan meninggalkan tempat itu satu jam kemudian dengan kruk, dengan ikatan di lutut kanannya.

"Ini tidak adil baginya. Dia seorang pejuang dan dia telah bekerja sangat keras untuk kembali ke level kelas dunia," kata Rivas.

Rivas paham betul bagaimana karakter Marin, yang selalu punya tekad besar mewujudkan mimpi.

Masalahnya, Olimpiade Paris 2024 bisa jadi kesempatan terakhirnya karena dia akan berusia 35 tahun pada Olimpiade 2028.

Meski demikian, Rivas tetap menaruh kebanggaan terhadap perjuangan pebulu tangkis 31 tahun itu.

"Dia sangat sehat, dia dalam kondisi prima, dia benar-benar bertekad untuk memenangi medali emas."

"Saya benar-benar bangga dengan perjalanannya, tekadnya, ketangguhannya. Saya yakin sekarang dia tidak merasa seperti itu, tetapi dia akan merasa bangga pada dirinya sendiri pada masa mendatang."

"Saya merasa sangat sedih tentang ini. Dia memberi tahu saya bahwa dia mengalami masalah dengan pergelangan kakinya dan masih berhasil menang (pertandingan sebelumnya). Saya berharap dia akan pulih dengan cepat dan kembali bermain lagi," ujar Rivas lagi.

Carolina Marin pernah meraih medali emas Olimpiade para Rio de Janeiro 2016.

Pebulu tangkis peringkat empat dunia itu memang dihantui dua cedera ACL yang mengancam kariernya sejak memenangi Olimpiade Rio de Janeiro 2016.