Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah mantan pemain tim nasional Indonesia mengeluhkan minimnya kompetisi usia muda, yang berakibat timnas senior sulit mengukir prestasi.

Saat ini kompetisi usia muda di Indonesia memang minim. Ada pun sejumlah kompetisi junior lebih banyak diselenggarakan oleh pihak swasta.

"Bicara kompetisi, banyak kompetisi diselenggarakan pihak swasta. Askot (asosiasi kota) - askab (asosiasi kabupaten) tidak berjalan. Ini jadi masalah karena (para pemain) matangnya di kompetisi," tutur Supriyono pada acara diskusi di Pancoran Soccer Field, Jakarta, Selasa.

"Askot dan askab harus membuat kompetisi berjenjang dan berkesinambungan," tegas jebolan PSSI Primavera itu dikutip Antara.

Supriono bersyukur dengan adanya kompetisi usia muda seperti Elite Pro Academy (EPA) yang diikuti oleh klub-klub Liga 1. Namun ia menilai bahwa saat ini banyak pemain peserta EPA yang tidak memiliki dasar bermain yang bagus, sehingga saat berada di klub justru masih harus dibenahi lagi keterampilan dasarnya.

Di sisi lain, mantan pemain PSSI Primavera lainnya Kurniawan Dwi Yulianto, meyakini bahwa model pembinaan dengan mengirim tim keluar negeri seperti yang pernah dilakoninya sebenarnya cukup baik, namun yang menjadi tantangan justru adalah saat seorang pemain muda berkiprah sendirian di luar negeri.

"Bermain bola iya, tapi saat di sana kami (para pemain Primavera) banyak berkumpul dengan sesama pemain Indonesia. Jadi agak kurang. Saya justru belajar mandiri saat di FC Lucern," tutur pemain yang memiliki sapaan Si Kurus tersebut.

Kurniawan yang saat ini berada di tim kepelatihan FC Como, mencontohkan betapa profesionalnya para pemain muda di klub Italia tersebut.

"Mindset para pemain muda Como luar biasa. Mereka tidak banyak posting di instagram karena mengejar kontrak profesional. Bisa dijaga mindset seperti itu sampai senior," tambahnya.