Kisah Pilu Juara Olimpiade Mo Farah, Korban Perdagangan Manusia dan Hidup dengan Identitas Palsu
Peraih medali Olimpiade, Mo Farah. (Foto: Instagram.com/@hussein_mofarah)

Bagikan:

JAKARTA - Peraih medali emas Olimpiade, Mo Farah mengungkap kisah pilu kehidupannya yang selama ini disimpan rapat. Mo Falah mengatakan, selama ini ia hidup dalam identitas palsu dan menjadi korban perdagangan manusia semasa kecil.

Mo Farah yang saat ini berkebangsaan Inggris, membuka fakta bahwa awalnya ia dibawa ke Inggris secara ilegal atas nama anak lain. Ia dibawa saat berusia sembilan tahun untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.

Pria dengan nama asli nama asli Hussein Abdi Kahin itu sejatinya lahir dan menghabiskan masa kecil di Afrika Timur. Namun, saat usianya sembilan tahun, dia diterbangkan seorang wanita ke Inggris.

Mo Farah yang ditinggal ayahnya saat usia empat tahun karena terbunuh di Somalia, mengklaim ia dipekerjakan ke Inggris juga untuk menjaga anak-anak keluarga lain di Negeri Paman Sam.

"Yang benar adalah saya tidak seperti yang Anda pikirkan. Kebanyakan orang mengenal saya sebagai Mo Farah, tapi itu bukan nama saya atau bukan kenyataan," kata Farah dikutip dari The Sun.

"Kisah sebenarnya adalah saya lahir di Somaliland, utara Somalia, sebagai Hussein Abdi Kahin. Terlepas dari apa yang saya katakan di masa lalu, orang tua saya tidak pernah tinggal di Inggris. Ketika saya berusia empat tahun, ayah saya terbunuh dalam perang saudara, Anda tahu sebagai sebuah keluarga kami terkoyak," lanjutnya.

Ia menambahkan lagi, "Saya dipisahkan dari ibu saya, dan saya dibawa ke Inggris secara ilegal dengan nama anak lain bernama Mohamed Farah," sambungnya.

Di usianya yang kini menginjak 39 tahun, Farah memutuskan untuk menceritakan soal identitas aslinya dan kejadian sebenarnya tentang hidup masa lalunya karena termotivasi oleh anak-anaknya.

“Sudah lama saya simpan, sulit karena tidak mau menghadapinya dan sering anak-anak saya bertanya, 'Ayah, kenapa bisa begini?' Dan Anda selalu mendapat jawaban untuk semuanya, tetapi Anda belum mendapat jawaban untuk itu,” jelasnya.

“Itulah alasan utama saya menceritakan kisah saya karena saya ingin merasa normal dan tidak merasa seperti sedang berpegangan pada sesuatu," ungkap Farah.

Menjelang pernikahannya dengan sang istri, Tania pada 2010 lalu, Farah juga mendapat banyak pertanyaan soal dirinya. Sebab Tania merasa ada banyak bagian yang hilang dari cerita sang suami, sampai akhirnya Farah berkata jujur soal masa lalunya.

Farah juga mengingat kembali momen di mana ia tiba di Inggris dengan identitas palsu. Ia merasa akan aman karena tinggal bersama kerabat, tapi kenyataannya semua berbeda dari yang dibayangkan.

“Saya memiliki semua detail kontak untuk kerabat saya dan begitu kami sampai di rumahnya, wanita itu melepaskannya dari saya dan tepat di depan saya merobeknya dan meletakkannya di tempat sampah dan pada saat itu saya tahu saya dalam masalah," katanya.

Menyadari situasi ini, Farah akhirnya memberanikan diri untuk memberi tahu guru pendidikan jasmaninya di sekolah, Alan Watkinson tentang yang sebenarnya terjadi. Farah kemudian pindah untuk tinggal bersama ibu temannya, Kinsi yang sangat menyayanginya dan mereka tinggal bersama selama tujuh tahun.

Bukan hanya mencari jalan keluar bagi Farah, Watkinson juga mengajukan kewarganegaraan Inggris untuk sang murid. Meski diakuinya hal ini melalui proses yang panjang tapi pada 25 Juli 2000, Farah diakui sebagai warga negara Inggris.

Farah yang menamai putranya dengan nama aslinya, Hussein, justru punya kekhawatiran lain. Ia mengatakan sering berpikir tentang keberadaan Mohamed Farah yang asli yang ia duduki kursinya di pesawat saat usianya sembilan tahun dan Farah sangat berharap sang anak baik-baik saja.

"Di mana pun dia (Mo Farah asli), saya membawa namanya dan itu bisa menimbulkan masalah bagi saya dan keluarga saya sekarang. Yang penting bagi saya hanya bisa berharap dia baik-baik saja dan inilah yang terjadi sebenarnya,” tandas Farah.