JAKARTA - Federasi renang internasional (FINA) membuat regulasi baru yang belakangan jadi perbincangan. Mereka sepakat untuk membatasi keikutsertaan atlet transgender (pria ke wanita) dalam perlombaan nomor-nomor putri.
Kebijakan baru itu diambil FINA pada Minggu, 19 Juni, kemarin dengan melakukan pemungutan suara internal. FINA juga akan membentuk gugus kerja untuk merumuskan kategori "terbuka" yang bisa diikuti transgender di sejumlah ajang sebagai bagian dari kebijakan anyar badan renang dunia itu.
Kebijakan baru tersebut juga mencantumkan, perenang transgender (pria jadi wanita) hanya diizinkan mengikuti nomor putri apabila mereka bisa membuktikan dan memenuhi kepuasan FINA bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasakan pubertas pria melampaui Tanner Stage 2 (skala pubertas kedewasaan seksual) atau sebelum usia 12 tahun, mana pun yang lebih belakangan.
Kebijakan FINA ini nampaknya akan segera diadaptasi oleh Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) dan Atletik Dunia (World Athletics). Kedua federasi itu menyatakan, akan meninjau regulasi mereka menyusul sikap terbaru FINA tersebut.
Juru bicara FIFA mengatakan kepada Reuters seperti dilansir Antara, lembaga mereka sedang menjalani proses konsultasi untuk merumuskan kebijakan baru.
"FIFA saat ini meninjau regulasi keikutsertaan berdasarkan gender dan berkonsultasi dengan pemangku kepentingan ahli," kata juru bicara tersebut.
"Mengingat proses ini masih berlangsung, FIFA tidak akan berkomentar secara rinci proposal perubahan dari aturan yang berlaku," ujarnya menambahkan.
FIFA juga menyatakan akan meminta masukan ahli medis, hukum, sains, performa dan hak asasi manusia, serta posisi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).
"Apabila FIFA diminta memverifikasi kelayakan seorang pemain sebelum peraturan baru berlaku, kasus semacam itu akan ditangani secara kasus per kasus, sembari menjaga komitmen nyata FIFA dalam menghormati hak asasi manusia," kata juru bicara mereka.
BACA JUGA:
Sementara itu, Presiden World Athletics Sebastian Coe kepada BBC yang dilansir Antara, menyatakan, dewan lembaganya akan membahas wacana regulasi serupa pada akhir tahun ini.
Coe juga memuji langkah tegas FINA, meskipun hal itu menjadi sasaran kritik kalangan pegiat hak transgender.
"Kami melihat sebuah federasi olahraga internasional memantapkan kemampuan mereka dalam menciptakan aturan, regulasi, dan kebijakan yang terbaik untuk kepentingan olahraga," katanya.
"Begitulah seharusnya. Kita harus selalu percaya bahwa aspek biologis di atas gender dan akan terus meninjau regulasi kami sejalan dengan semangat itu. Kami akan mengikuti arahan sains.
"Kami terus melanjutkan studi, penelitian, dan berkontribusi untuk menambah bukti yang sudah banyak bahwa testosteron berperan besar dalam menentukan performa, dan telah menjadwalkan diskusi tentang peraturan kami dengan dewan kami pada akhir tahun," ujar Coe menambahkan.
Tahun lalu, IOC telah mengeluarkan "kerangka kerja" acuan untuk masalah tersebut, sembari memberikan wewenang keputusan akhir kelayakan penampilan atlet-atlet transgender ke masing-masing federasi olahraga.
Kendati demikian, IOC membubuhkan "sampai saat terbukti sebaliknya, atlet tidak boleh dianggap memiliki keuntungan kompetitif yang tidak adil atau tidak proporsonial karena variasi jenis kelamin mereka, penampilan fisik dan/atau status transgender".