Bagikan:

JAKARTA - Clean Bandit dikenal sebagai grup pop asal Cambridge, Inggris dengan karakter khas yang berhasil menggabungkan musik kamar (chamber) dan musik dansa (dance music).

Mereka berkolaborasi dengan banyak artis pop untuk melahirkan hits, seperti “Rather Be” dengan Jess Glynne (2014), “Rockabye” dengan Anne-Marie dan Sean Paul (2016), “Symphony” dengan Zara Larsson (2017), dan “Solo” dengan Demi Lovato (2018).

Ide musik pop yang diusung membawa Clean Bandit meraih puncak tangga lagu Inggris sebanyak empat kali dan kemenangan di Grammy Awards.

Namun, nama mereka seakan redup dalam beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 2020, tidak ada rekaman mereka yang berhasil masuk 10 besar tangga lagu.

Para personel pun mengungkap bagaimana label mereka sebelumnya, Atlantic Records, meminta agar Clean Bandit mengganti gaya musik yang telah terbukti berhasil itu.

"Ada desakan bagi kami untuk berhenti menggunakan string dalam musik kami," kata Grace Chatto, mengutip BBC pada Kamis, 22 Agustus.

"Kami juga disuruh berhenti membuat musik pop," timpal Jack Patterson.

“Kami dikirimi daftar putar musik dansa di Spotify dan diberi tahu ‘musikmu harus ada di sini, hanya Harry Styles yang bisa membuat musik pop’,” lanjut Patterson.

Permintaan tersebut terus mendesak, sehingga Clean Bandit mulai mengganti warna musik mereka. Permainan violin dihapus dan dipilih warna suara yang lebih gelap, yang lebih mirip musik house ketimbang pop.

“Kami diberi tahu ‘kamu tidak punya wajah (tampan), kamu harus membuat musik klub',” kenang Patterson.

Clean Bandit merasa tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti keinginan pihak label.

“Kami membiarkan hal itu terjadi karena kami berpikir, ‘Kami lebih suka merilis sesuatu daripada tidak sama sekali’,” ujar Chatto.

“Namun, musik itu tidak terasa seperti musik kami. Penggemar kami merasakannya. Kami merasakannya. Pada akhirnya, kami berpikir, apa gunanya melakukan sesuatu?” imbuhnya.

Pada akhirnya, Clean Bandit bernegosiasi untuk keluar dari Atlantic Records secara baik-baik, yang memungkinkan mereka tetap mempertahankan hak atas semua lagu mereka yang belum dirilis.

“Itu tidak bisa berakhir dengan cara yang lebih baik,” kata Chatto.

“Kami masih berteman dengan orang-orang itu. Saya hanya berpikir semakin sukses kami, semakin besar tekanan yang mereka rasakan. Pekerjaan mereka dipertaruhkan.”