Menyoal Praktik Terapi Musik di Indonesia, Ini Kata Akademisi
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Musik dikenal memiliki kegunaan untuk terapi. Bahkan beberapa universitas, terutama di Eropa dan Amerik Serikat, telah mempelajari salah satu kegunaan musik itu. Praktik terapi musik juga sudah banyak ditemui di sana.

Beberapa musisi Indonesia juga mencoba bereksplorasi dengan musik terapi, salah satunya adalah eks kibordis Slank, Indra Qadarsih alias Indra Q.

Dalam banyak kesempatan, Indra Q  - yang pernah membuat musik yang disebut musik metafakta oxytron - menyebut karyanya mampu membantu penyembuhan berbagai macam penyakit.

Tidak hanya Indra Q, beberapa musisi juga banyak mengunggah karya yang mereka sebut musik terapi ke platform musik digital dan YouTube.

Menanggapi hal tersebut, Kezia Karnila Putri S.Sn., MMT, MMA, MT-BC mengatakan, apa yang dilakukan para musisi tersebut tidak bisa begitu saja disebut praktik terapi musik.

Sebagai akademisi dan pengajar musik terapi, Kezia menyebut adanya kode etik dalam melakukan terapi. Pasalnya, musik juga berpotensi menjadi kontraindikasi untuk pasien.

“Kalau terapis musik yang betul-betul terdidik, pasti familiar sama yang namanya kode etik praktik. Salah satu dari kode etik tersebut adalah mencegah terjadinya celaka terhadap klien dalam bentuk apapun,” kata Kezia Karnila Putri melalui pesan singkat kepada VOI, Rabu, 20 Desember.

“Kadang intervensi musik juga punya potensi menjadi kontraindikasi atau bahaya untuk klien atau pasien. Yang artinya tidak ada satu intervensi yang ‘pasti’ berlaku untuk semua orang dan semua kasus,” tambahnya.

Kezia mengaku tidak tahu bagaimana musik Indra Q bekerja untuk penyembuhan. Namun, ia juga mengingatkan adanya potensi bahaya dalam praktek terapi musik.

“Nah, saya nggak tahu metode Mas Indra ini apakah melibatkan asesmen one on one dengan calon klien atau tidak. Kalau iya, ya sudah bagus,” ujar Kezia.

“Prinsip saya sih sederhana, kalau klien atau pasien merasakan manfaat positif, ya bagus toh? Tapi kalau praktiknya didasari arogansi (alias merasa mampu menyembuhkan segala penyakit), ini yang bermasalah,” lanjutnya.

“Nah celakanya, kadang ‘terapis’ juga nggak sadar akan arogansi ini. Tahunya mereka berniat baik karena berniat menyembuhkan, tapi nggak sadar bahaya di balik itu,” imbuhnya.

Kezia juga berharap adanya penelitian ilmiah terhadap karya-karya musik yang disebut mampu menyembuhkan orang dari berbagai penyakit.

“Dan karena saya juga dari akademisi, sederhana saja. Kalau memang dia punya hipotesis bahwa intervensinya bisa bermanfaat, dibuktikan saja melalui penelitian ilmiah yang terstruktur dan sistemik,” tandas Kezia Karnila Putri.