Bagikan:

JAKARTA – Band asal Depok, Budiraya tampil sebagai pengisi acara SWAG! di Twalen, M Bloc Space, Jakarta Selatan pada 7 Februari lalu. Malam itu, mereka menyanyikan tiga lagu andalannya di hadapan para penonton.

Band yang dibentuk pada 2017 ini digawangi enam personel, yakni Teguh Sulistyo (gitar dan vokal), Fazrin Mustakin (gitar dan vokal), Hadi Permana (bass dan vokal latar), Rachmad Arifin (drum), Hary Hutajulu (kibor), dan Anggi Affandi Hakim (gitar dan vokal latar).

Budiraya tampil cukup apik pada acara SWAG! dan mereka jadi satu-satunya penampil yang sudah memiliki rilisan dalam bentuk album mini. Bertajuk Malaka, EP ini sudah bisa didengar di berbagai layanan digital streaming.

Apresiasi tentunya wajib dialamatkan kepada band baru yang telah berupaya keras untuk berkarya. Tapi, ternyata, dalam proses produksi album mini tersebut ada berbagai macam kesulitan yang mereka hadapi.

Teguh Sulistyo, vokalis Budiraya, menjelaskan latar belakang penggarapan album mini Malaka beserta tantangan-tantangannya.

“Proses pembuatan album mini Malaka berawal dari cerita bahwa kawan kami ada kerja sama dengan salah satu studio di Bogor untuk membantu mereka mengerjakan event. Sebagai gantinya, studio tersebut membantu kami rekaman, yang dijanjikan dengan 10 shift. Tapi, di shift kedelapan kami memilih untuk tidak melanjukan karena satu dan lain hal. Pada akhirnya, kami pindah tempat melanjutkan proses rekaman di studio P35 yang dimiliki oleh pemain saksofon dari Sentimental Moods di daerah BKT Jakarta Timur,"  Teguh menjelaskan kepada VOI.

"Walaupun proses overdub akordeon oleh Masmo dari Sentimental Moods sebelumnya berlangsung di studio Starlight, Jakarta Timur. Ya prosesnya dari overdub vokal latar lagi, lalu mixing mastering di sana, dan setelah melalui proses yang lumayan berat, pada akhirnya kami mampu menyelesaikan album mini tersebut. Walaupun tendensi awalnya untuk menjadi album,” lanjut dia.

Proses penggarapan album ini memakan waktu cukup lama, yakni dua tahun.

“Lama pembuatan mini album Malaka ini, kita start dari Desember 2019, habis selesai di Bogor itu sekitar Februari awal. Tidak lama setelah itu, Covid. Pada akhirnya kami menyelesaikannya dengan menyicil materi yang siap masuk proses mixing dan mastering. Di antaranya ada Mata Terbatas, Pelanggan Setia, terus sampai akhirnya rilis di 2021. Berarti kita menyelesaikannya selama dua tahun,” urai Teguh.

Walaupun terdapat dua single demo dalam album mini Malaka, menurut Teguh, ini langkah terbaik untuk bisa move on dari materi lama menuju yang baru.

“Sebenarnya kan dua lagu tersebut bagian dari rencana materi yang ada di dalam album itu, terus kenapa kita putuskan dua demo itu tetep masuk, bahkan belum ada backing vocal dan over dub yang direncakan, karena proses rekaman sampai ke vokal utamanya sudah selesai, dan kami rasa itu bisa di-mixing dan di-mastering dengan sekadarnya. Karena menurut kami itu tanggung banget, kami juga pengin move on dari sini lalu membuat materi yang baru lagi.”

Teguh juga menceritakan bahwa album mini Malaka adalah proses evolusi berkaryanya setelah sekian lama. Maka dari itu, album mini Malaka jauh berbeda dari single pertama mereka bertajuk Melintas Jagad Raya.

“Lewat album mini ini kami tidak mau mengulang segala kekurangan yang ada di single Melintas Jagad Raya. Ya karena di single pertama itu kan pertama banget kita rekaman, jadi itu proses pembelajaran aja. Sampai akhirnya ke proses produksi album Malaka, kami akhirnya melakukan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari pemilihan sound, referensi, serta detail-detail lainnya. Dan mungkin karena pembaruan referensi yang muncul di diri kami seiring berjalannya waktu, pada akhirnya kami bisa menciptakan mini album ini dengan berbeda.”

Album mini Malaka juga disebut Teguh memiliki referensi yang kaya karena perbedaan selera musik para personel Budiraya.

“Kita berempat itu tadinya kan sebelum Osha memutuskan bubar, mempunyai selera masing-masing. Kalau saya pribadi suka Oasis, Nirvana, The Smiths, Metallica, Sheila on 7, Sore, The Adams. Terus kalo Fazrin itu dia lebih ke Fariz RM, Eros Djarot, Yockie Suryoprayogo, yang progresif gitu lah. Terus, si Hadi itu suka funk, Motown, RnB, kaya Marvin Gaye, Maliq & The Essentials contohnya. Kalau Osha tuh lebih ke Hindia misalnya. Jadi kita tuh lebih menawarkan musik yang secara kita nggak sadar, hadir lewat referensi-referensi yang kami punya.”

Tentunya, kehadiran album mini Malaka bukanlah akhir dari perjalanan Budiraya. Pasalnya, mereka tengah merencanakan album baru dengan penggarapan yang dilakukan secara perlahan.

“Kita sedang menyiapkan single baru, proses mixing-mastering sudah selesai, sampulnya juga sudah, tinggal materi promonya aja yang sedang dikerjakan. Habis itu, mungkin single lagi, sambil pelan-pelan nyicil buat album (penuh). Pastinya, kita nggak ingin album mini lagi sih, ya semoga lancar,” Teguh mengakhiri.