Bagikan:

JAKARTA - KOTAK menjadi salah satu nama band yang relevan di industri musik Indonesia. Di tengah gempuran musisi baru, KOTAK berhasil hadir dengan karya mereka setiap tahunnya.

Di tahun ini, KOTAK sudah menelurkan dua lagu: Hantam sebagai lagu tema film Satria Dewa Gatotkaca dan pada akhir Juli lalu dengan Local Pride. Kedua lagu ini punya lirik yang lugas dengan isu sosial yang dekat dengan masyarakat saat ini.

“Pembuatan lagunya sendiri enggak terlalu lama ya. Memang kita sudah workshop di awal tahun 2021 terus menemukan nada sama musik, tinggal kita pilih temanya,” cerita Cella kepada VOI.

Local Pride menceritakan fenomena anak muda yang ingin tampil namun rela mengosongkan kantong demi memakai brand luar. Dalam lagu ini, KOTAK ingin menunjukkan kebanggaan mereka dengan brand lokal yang tak kalah berkualitas.

KOTAK (Foto:Warner Music Indonesia, DI: Raga/VOI)

“Kita melihat isu sosial di usia 18 itu apa sih. Kita lihat trennya flexing kan di mana YouTuber memamerkan pakaiannya seperti ini terus itu jadi dampak orang jadi “Oh patokan gue harus kayak dia!” jelas Chua.

“Jadi dia memaksakan fashion dia sendiri untuk melihat sosok YouTubernya. Contoh ya. Dia cuma punya duit sekian tapi pengin terlihat berkelas jadi dia pakai barang palsu, ngutang sana-sini. Kita mengambil isu itu agar berkesan fashion itu bisa dibentuk tidak perlu dari barang mahal, yang penting kita bisa percaya diri,” katanya.

Perilisan lagu ini beriringan dengan fenomena Citayam Fashion Week (CFW) yang sempat ramai. Namun mereka mengakui tidak mencoba “riding the wave” polemik tersebut.

“Awalnya kita mikir bulan September aja. Tapi kita mikir Hantam udah rilis bulan Mei terus ngapain lagi kan sayang lagunya dikeluarin cuma satu. Jadi ya udahlah dua bulan kita rilis Local Pride dan nextnya Insya Allah di bulan September fullnya lagu-lagu yang ada di 18+,” tambah Tantri.

KOTAK(Foto:Warner Music Indonesia, DI: Raga/VOI)

Sebelum Local Pride, KOTAK memang berencana untuk merilis lagu sebelum melepas EP secara penuh pada September mendatang. Lagu ini juga dirasa terhubung dengan CFW yang sedang digandrungi masyarakat.

KOTAK akan merayakan ulang tahun ke-18 di tahun ini. Mereka mengakui ada banyak perubahan yang dialami sejak awal muncul di industri musik mulai dari konser bermusik hingga cara berpakaian.

“KOTAK itu sebenarnya konsep pakaian itu tergantung acaranya temanya apa. Aku melihat karakter aku Tantri Cella bukan pintar masalah fashion. Yang penting pembawaannya kita di atas panggung,” beber Chua.

Semakin ke sini, KOTAK ingin lepas dari stigma kalau rocker hanya memakai warna gelap dan jaket kulit. Mereka pun mulai menyesuaikan pakaian sesuai konsep bahkan berani bermain warna.

“Kita mau menunjukkan band rock tapi gak melulu hitam mulu, jaket kulit. Monoton. Kita lebih bermain warna tapi warna netral kayak merah putih, ijo lumut, biru dongker. Warna hitam pasti tapi main warna sedikit biar lebih fresh,” katanya.

Tumbuh Bersama Kerabat KOTAK

KOTAK (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Sebagai vokali, Tantri juga merasakan perkembangan saat promosi yang berbeda di awal tahun 2000-an. Ia juga merasa kini musisi harus rajin merilis lagu untuk mempertahankan bentuk eksistensinya. Perubahan itu mengubah pola produksi lagu mereka. Dalam hitungan bulan, mereka merasa harus merilis lagu, padahal culu Kotak kerap menyimpan lagu karena album keluar dalam hitungan tahun.

Buktinya, pada tahun 2020 mereka meluncurkan album bertajuk Identitas dan merilis versi Live di tahun berikutnya. Ini belum termasuk sejumlah kolaborasi di luar rilisan KOTAK.

“Dulu 1 album bisa bertahan 2 tahun, sekarang sebulan sekali rilis lagu aja itu wow banget buat KOTAK padahal kita udah biasa nyetok misalnya 10 lagu 1 album terus kita manggung istirahat aja,” kenang Tantri.

Tidak hanya dari sisi KOTAK, dari penggemar mereka - Kerabat Kotak - juga mengalami perubahan. Mereka yang dulunya masih duduk di bangku sekolah kini sudah memiliki keluarga, seperti Tantri, Chua, dan Cella.

KOTAK (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Di usia 18 tahun ini, KOTAK ingin menghadirkan eksplorasi lebih besar dalam rilisan mereka. Cella menyebut ada satu kolaborasi dengan genre lain yang akan mengejutkan penggemar.

Pada album baru ini, KOTAK mengusung digitalisasi pada umur 18 tahun. Mereka pun mengerjakan konsep, lirik, musik, hingga artwork secara mandiri sehingga album ini bisa dibilang akan mengingatkan penggemar dengan rilisan KOTAK di awal karier.

“Untuk penggarapan 2 album terakhir ini kita godok bareng-bareng. Jadi kita produce sendiri, bikin lirik sendiri, konsep sendiri bahkan artwork kita bikin sendiri. Semuanya kita godok bareng-bareng,” kata Cella.

Mereka mengaku kini sebuah band tidak hanya mengandalkan musik, tapi bagaimana merepresentasikan diri lewat konten. Ketiganya setuju bahwa visual adalah unsur penting di era media sosial saat ini.

Tantri KOTAK (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Kalau kita sekarang gak melulu ngomongin musik tanpa ada campaign. Balik lagi aku sama teman-teman KOTAK sebisa mungkin kita sudah menikah, punya anak, balik ke rumah untuk membawa bendera KOTAK sampai kapanpun,” tambah Tantri.

Harapan mereka menginjak usia 18 tahun pun tidak muluk. Mereka ingin bermusik hingga tua dan bisa melaksanakan ibadah haji bersama-sama.

“Harapan paling sulit menurut kita di usia 18 tahun ini ya ngeband sampai tua. Mempertahankan itu sulit banget. Yang penting bisa ngasih karya dan impact buat banyak orang udah sesuatu hal yang luar biasa,” kata Tantri yang turut diaminin Cella dan Chua.