JAKARTA – Blue collar class atau kelas pekerja adalah topik yang diangkat oleh grup band indie beraliran Brit Rock, The Ayayay dalam album mini kedua berjudul Melaju di Kecepatan Tinggi, yang akan diluncurkan di Jakarta pada 6 Agustus mendatang.
Album mini kedua The Ayayay tersebut bermaterikan lima lagu, yaitu: Melaju di Kecepatan Tinggi, Jakarta Rock City, What Do You Want, Belaga Gila, dan Surat Buat Bangsat. Sebelumnya, The Ayayay sudah meluncurkan album mini pertama dengan judul Ada Apa Dunia pada 2020.
Beranggotakan empat personel, The Ayayay didirikan pada 2019. Diawali oleh kakak beradik Edo Margorevan (bass) dan Andika Patria (gitar, vokal), keduanya lantas merekrut Ahmad Vino Maulana (drum) dan Aries Wijaksena (gitar). Semula band ini Bernama Pantomim, namun oleh Andika diganti The Ayayay. Ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia band itu vakum, namun kondisi tersebut membuat mereka lebih produktif menciptakan lagu.
“Itu nama tidak ada artinya. Biar unik dan beda saja. Saya dapat nama itu juga dari mimpi, karena dalam suatu mimpi saya seperti berteriak yang nggak jelas ay…ay…ay. Saya bilang ke kakak saya Edo, nama itu dipakai saja ketimbang Pantomim. Eh, dia setuju saja,” kata Andika, sang vokalis yang berkacamata, kepada VOI di Padepokan Karya, Kemang, Jakarta Selatan, Selasa 2 Agustus 2022.
Topik lagu-lagu The Ayayay yang beraroma bahasa kelas pekerja, disebabkan keempat personelnya memang pekerja. Andika adalah manajer di sebuah perusahaan bir, Edo bekerja di bidang teknik, Vino karyawan di perusahaan rokok, sedangkan Aries seorang wartawan yang sehari-hari ngepos di Polda Metro Jaya untuk meliput berita perkotaan.
“Mereka sangat produktif dalam berkarya, terutama dalam dua tahun terakhir saat pandemi. Paling tidak saat ini ada 50 lagu yang dimiliki The Ayayay. Mereka maunya bikin lagu terus, tetapi saya minta agar sedikit menahan diri agar tidak kehabisan ide,” kata Herman Relani, manajer The Ayayay.
Tampil di Kurasi Musik
Sebelum peluncuran album mini Melaju di Kecepatan Tinggi, The Ayayay lebih dahulu tampil dalam acara Kurasi Musik. Ini wadah berisikan empat kurator musik: Ully Dalimunthe, Seno M. Hardjo, Bugi Putranto, dan Salman Aristo. Mereka memberikan saran dan penilaian terhadap band-band atau musisi baru yang berencana meluncurkan album, maupun tampil lebih luas ke publik.
Sejak berdiri 2020, Kurasi Musik telah melakukan kurasi terhadap 200 band dan penyanyi baru di 15 kota di Indonesia. Wadah ini didirikan karena ada permintaan dari beberapa produser rekaman, rumah produksi film dan sinetron, serta musik yang kesulitan mendapatkan talenta-talenta baru untuk mengisi soundtrack, jingle iklan, maupun mengorbitkan band-band baru.
Acara Kurasi Musik digelar sebulan sekali, dan kali ini live performance diadakan di Padepokan Karya, Kemang. The Ayayay menjadi salah satu penampil pada acara kurasi Selasa malam itu.
“Saya merasa lega. Ternyata di Indonesia ada band baru dengan energi yang meledak-ledak, yaitu The Ayayay. Penampilan The Ayayay mampu memberikan semangat kepada para penonton yang menyaksikannya. Saya menyambut baik kehadiran The Ayayay. Nama bandnya juga unik dan sudah menjual,” kata Seno M. Hardjo, mantan Board of Director Yayasan Anugerah Musik Indonesia yang pernah menjadi produser untuk Heidi Yunus, Dian Pramana Poetra, Malyda, dan beberapa pemusik Indonesia lainnya.
BACA JUGA:
Menurut Ully Dalimunthe yang pernah menjadi produser band Naff dan Seventeen, The Ayayay punya warna tersendiri.
“Saya sempat berpikir ini adalah band yang mengusung warna musik punk, karena namanya aneh. Ternyata The Ayayay mampu menyatukan berbagai warna. Dan, hal terpenting adalah The Ayayay mampu menjadi diri sendiri,” kata Ully.
Seperti judul album mini terbaru mereka, The Ayayay siap untuk melaju dalam kecepatan tinggi di jalur musik Indonesia.