Guncangan Gempa di Palu dan Donggala yang Memicu Tsunami dan Likuifaksi dalam Sejarah Hari Ini, 28 September 2018
Dampak Gempa di Palu dan Donggala (Devina Andiviaty/Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Pada 28 September 2018 gempa mengguncang Kabupaten Donggala dan Kota Palu. Setelahnya gempa susulan bermunculan dan memicu gelombang tsunami yang memorak porandakan Bumi Tadulako dan sekitarnya.

Di Palu, gempa mengguncang hingga berkekuatan 7,4 skala Richter. Dilaporkan bahwa pusat gempat di kedalaman 10 km. Sedangkan posisi pusat gempa ini pada arah 27 km Timur Laut Donggala. 

Tak berapa lama kemudian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan tsunami. BMKG memperingatkan gelombang laut akan mencapai 0,5 sampai tiga meter. Tiga hingga enam menit kemudian, Kota Palu diterjang ombak setinggi enam meter.

Kejadian yang begitu cepat membuat banyak masyarakat tidak punya banyak waktu untuk menyelamatkan diri dari terjangan ombak. Selain itu, banyak juga orang yang tidak mengetahui peringatan tsunami dikarenakan jaringan komunikasi yang putus akibat guncangan gempa sebelumnya.

Setelah gempa dan tsunami, Palu kembali menghadapi fenomena alam yaitu likuifaksi. Mengutip BBC, guncangan yang ditimbulkan gempa menyebabkan tanah kehilangan ikatan. Hal tersebut mengakibatkan tanah larut seperti air lalu mengalir, membawa bangunan dan kendaraan di atasnya. Likuifaksi berlangsung pada tanah berpasir yang mudah terendam air, seperti tanah di Kota Palu yang dekat dengan laut.

Dampak Gempa di Palu dan Donggala. (Devina Andiviaty/Wikimedia Commons)

Menurut laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), gempa di Palu terjadi dikarenakan aktivitas sesar Palu-Koro. “Berdasarkan posisi dan kedalaman pusat gempabumi, maka kejadian gempabumi tersebut disebabkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona sesar Palu-Koro yang berarah baratlaut-tenggara.”

Masih dari laporan PVMBG, wilayah sekitar pusat gempa pada umumnya disusun oleh batuan berumur pra Tersier, Tersier dan Kuarter. Wilayah yang berdekatan dengan pusat gempa bumi saat itu adalah Kabupaten Donggala dan Kota Palu, yang mana area tersebut pada umumnya tersusun oleh batuan malihan berumur Pra Tersier, membentuk lajur sesar dengan lereng curam dan kebanyakan lapuk, batuan sedimen, gunung api, batuan beku dan malihan berumur Tersier hingga Kuarter. Goncangan gempa bumi akan terasa pada batuan lepas dan lapuk sehingga lebih rentan.

Membangun kembali

Sejumlah pihak asing menawarkan bantuan untuk Palu dan Donggala. Awalnya pemerintah Indonesia tidak langsung menerima bantuan tersebut. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo akhirnya menerima bantuan tersebut. Secara kolektif, Inggris, Amerika Serikat (AS), Australia, dan Selandia Baru memberikan dana 20,8 juta dolar AS.

Saat itu, banyak masyarakat Indonesia yang turun menjadi relawan dan pekerja kemanusiaan. Banyak akses yang putus dan rusak membuat penyebaran bantuan terkendala. Bantuan dari luar Palu juga semakin sulit disalurkan dikarenakan landasan Bandara Mutiara Sis Al-Jufri yang rusak.

Dampak Gempa di Palu dan Donggala (Ungkeito/Wikimedia Commons)

Korban jiwa akibat gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu mencapai 4.340 jiwa. Pada awal 2019, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan bahwa korban jiwa yang meninggal tersebar di Kota Palu 2.141 orang, Kabupaten Sigi 289 orang, Donggala 212 orang dan Parigi Moutong 15 orang atau berjumlah total 2.657 orang. Terdapat korban hilang sebanyak 667 orang, korban jiwa tak teridentifikasi sebanyak 1.016 orang.

Mengutip Republika, dari segi kerugian materi, rumah rusak ringan di Kota Palu tercatat 17.293, rusak sedang 12.717 dan rusak berat 9.181. Sementara terdapat 3.673 rumah yang dilaporkan hilang. Di Kabupaten Donggala, jumlah rumah rusak ringan sebanyak 7.989 rumah, rusak sedang 6.099 dan rusak berat 7.215 serta 75 rumah dilaporkan hilang.

Korban selamat harus menghadapi kenyataan lain bahwa mereka kehilangan tempat tinggalnya. Hal tersebut memaksa mereka untuk tetap berada di pengungsian, bahkan hingga tiga tahun lamanya. Hingga akhirnya pada 3 September 2021, 1.500 rumah untuk warga Palu khususnya untuk korban bencana gempa dan tsunami 2018, diresmikan oleh Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto. Diketahui bahwa semua unit rumah tersebut hasil dari sumbangsih yayasan kemanusiaan bagi masyarakat yang menjadi korban gempa bumi dan likuifaksi di Palu Sulawesi Tengah.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya