JAKARTA - Gelar prestisius Bendungan Tiga Ngarai atau Three Gorges Project (TGP) sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) terbesar di dunia tak dibangun dalam satu malam. Perlu waktu satu abad sampai generator pada bendungan yang dibangun di China itu bisa mengaliri listrik. Bagaimana perjalanannya?
Gagasan pembangunan TGP pertama kali dicetuskan oleh sang Revolusionis China, Sun Yatsen. Mengutip laman resmi pemerintah China, Sun mengajukan rancangan pembuatan pembangkit listrik bertenaga air di sungai Yangtze pada 1919.
Upaya membuat sumber energi terbesar di dunia itu bukan perkara mudah. PLTA sebenarnya hampir rampung pada 1930 dan 1932. Tapi karena situasi politik tidak stabil dan masih rapuhnya basis industri, pembangunan pun tertunda.
Pembangunan baru dilanjutkan kembali pada 1944 ketika pemerintah Amerika Serikat menjanjikan bantuan teknologi dan finansial besar-besaran. Saat persiapan, pembangunan masih lancar-lancar saja, tapi lagi-lagi di tengah jalan proyek kembali mandek.
Lima tahun kemudian, pemimpin China Mao Zedong dan Zhou Enlai menunjukkan antusiasnya untuk melanjutkan kembali mega proyek tersebut. Keinginan baru dapat diwujudkan kembali pada 1970. Proyek itu dinamakan Gezhouba.
Gezhouba merupakan proyek bendungan pertama yang konstruksinya dibangun di atas Sungai Yangtze. Sayang di tahun awal pembangunan terjadi insiden ledakan. Dan lagi-lagi proyek harus dihentikan untuk yang ketiga kalinya.
Setelah lebih dari 60 tahun, sejak Sun Yatsen mengajukan TGP, Perdana Menteri Deng Xiaoping menghidupkan kembali persiapan pembangunan ini pada 1980-an. Secara resmi mega proyek TGP berjalan besar-besaran pada 1994.
Babak akhir
Sembilan tahun kemudian pada 10 Juli 2003, barulah generator pertamanya mulai beroperasi. TGP ini memiliki kapasitas 22.500 megawatt (MW) listrik. Jumlah itu hampir sepertiga dari total kapasitas pembangkit listrik Indonesia yakni sekitar 69.600 MW seperti dilansir laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
PLTA yang memiliki panjang 2.335 meter dengan tinggi mencapai 185 meter ini dibangun dengan menghabiskan biaya sebesar 24 miliar dolar AS. Namun, menurut laporan National Geographic pengamat menganalisis menilai, sebenarnya kocek yang dirogoh bisa lebih dalam.
BACA JUGA:
Pembangunan PLTA TGP ini bukan tanpa kontroversi. Pasalnya proyek ini pernah dikecam karena dinilai melanggar hak asasi manusia. Kabarnya, saat pembangunan, China terpaksa merelokasi hingga 1,2 juta orang. Selain itu kritik soal lingkungan juga berdatangan dari ahli geologi.
Padahal selain untuk mengaliri listrik super besar, mengapa pemerintah China bersikeras membangun TGP adalah untuk meminimalisasi musibah banjir. Menurut pemberitaan, musibah banjir besar beberapa kali terjadi akibat luapan air dari Sungai Yangtze. Pada tahun 1954 saja banjir akibat meluapnya sungai tersebut menelan korban sebanyak 33 ribu orang.