Jalan Panjang Pembangunan PLTA Sungai Kayan
Sungai Kayan (Muhammad Iqbal/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Kayan di Kecamatan Long Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara dimulai sudah sejak lama. Pembangunan megaproyek PLTA dimulai dengan ditandai groundbreaking (peletakan batu pertama) pada 18 Januari 2014.

Dalam acara itu, hadir Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak (Kaltara baru dimekarkan), Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kepala BKPM Mahendra Siregar, Pj Gubernur Kaltara Irianto Lambrie dan Bupati Bulungan Budiman Arifin.

Yang perlu diketahui, membangun proyek raksasa dengan kapasitas 9.000 Mega Watt (MW) tidaklah gampang.

Total nilai investasinya mencapai USD17,8 miliar atau lebih dari Rp250 triliun. Tahap pertama ini, akan dibangun dua bendungan dengan kapasitas masing-masing 900 MW dan 1.200 MW. Infrastruktur penunjang, bendungan I dan bendungan II diharapkan bisa selesai dibangun di tahun 2025, dan terus berlanjut membangun bendungan III, IV, dan V yang ditargetkan selesai semua di tahun 2029.

Dari sisi investasi, PLTA Sungai Kayan butuh 22,5 miliar dolar AS atau setara Rp315 triliun. Masalah investasi sudah teratasi, yakni selain melibatkan swasta PT. Kayan Hydro Energy (KHE) juga hadir BUMN dalam proyek pembangunan fisik bendungan, yakni PT. Waskita Karya (Persero) dan PT. Hutama Karya (Persero).

Sedangkan lahan yang harus dibebaskan mencapai 12.000 Ha sehingga butuh kajian mendalam serta proses perizinan melibatkan berbagai pihak.

Belum lagi masalah ekologis, serta sosial ekonomi, bahkan budaya juga termasuk. Karena diperkirakan pembangunan bendungan akan menenggelamkan beberapa desa serta ratusan jiwa harus direlokasi.

Diperkirakan ratusan warga Desa Long Peleban dan Desa Long Lejuh, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan harus direlokasi ke wilayah permukiman baru.

Kedua desa seluas 619 hektare yang ditempati sekitar 800 jiwa itu, masuk wilayah pembangunan bendungan. Pemukiman pada dua desa tersebut segera direlokasi sebelum tujuh tahun tahap pertama pembangunan bendungan.

Melalui pendekatan intensif, melibatkan tokoh masyarakat pedalaman yang juga Wakil Bupati Bulungan Ingkong Ala, akhirnya 67 kepala keluarga (KK) yang tinggal di Desa Long Peleban dan 98 KK di Desa Long Leju bersedia untuk pindah ke lokasi permukiman baru.

Tahapan relokasi ternyata tidak mudah, mulai dari kesepakatan, ganti rugi lahan serta mencari lahan pemukiman baru. Butuh peraturan pusat hingga daerah terkait relokasi, khususnya batas desa, apalagi letak relokasi berada di wilayah Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).

Kapasitas 9.000 MW berasal dari lima bendungan yang dibangun secara bertahap di Sungai Kayan --salah satu sungai terpanjang dan terbesar di Kalimantan.

Bendungan pertama diproyeksikan dapat menghasilkan 900 MW, bendungan kedua berkapasitas 1.200 MW, bendungan ketiga dan keempat masing-masing menghasilkan 1.800 MW, dan bendungan kelima dengan kapasitas 3.200 MW.

Diperkirakan pembangunan PLTA Kayan tahap I selesai pada 2024. Pada 2024 dimulai pula pembangunan PLTA Kayan tahap II.

Sungai Kayan (Muhammad Iqbal/VOI)

Usul pembenahan infrastruktur

Gubernur Kaltara Irianto Lambrie pada Kamis, 17 September, menemui Jenderal TNI (Purn) Dr Moeldoko, Kepala Staf Presiden (KSP) untuk melaporkan perkembangan PLTA Sungai Kayan.

Moeldoko menyampaikan bahwa sesuai kewenangan dan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) KSP, salah satunya memperhatikan, mengawal dan membantu percepatan pembangunan di Kaltara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.

Termasuk di antaranya, dalam hal percepatan pembangunan PLTA Kayan yang sementara ini sedang berproses untuk memulai pra konstruksinya.

Hal itu tidak terlepas dalam program pemerintah mengatasi krisis energi listrik dengan membangun 35.000 MW.

Pada kesempatan itu, Irianto melaporkan perkembangan dan kemajuan hal-hal terkait rencana percepatan realisasi pembangunan PLTA.

Beberapa hari sebelumnya, Tim KSP yang dipimpin oleh Deputi I KSP Febry Calvin Tetelepta meninjau lokasi di Long Peso.

Irianto menyampaikan usulan, agar dalam APBN mengalokasikan anggaran untuk pembangunan akses jalan dari Tanjung Selor-Peso.

Tujuannya selain untuk memudahkan mobilisasi masyarakat di wilayah hulu, jalan tersebut juga penting sebagai akses mobilisasi peralatan maupun material ke lokasi pembangunan PLTA.

Jarak Tanjung Selor (Ibu Kota Kaltara) ke Long Peso lewat darat sekitar 4 jam dengan kondisi jalan banyak rusak bahkan sebagian hanya agregat sepanjang 120 Kilometer.

Sedangkan melalui sungai butuh sekitar 3,5-5 jam menggunakan speedboat atau longboat.

Moeldoko merespons positif usulan itu, dan berjanji akan membahasnya lebih lanjut, dengan melibatkan kementerian terkait, seperti Kementerian PUPR, juga dengan BUMN-BUMN yang terlibat dalam pembangunan PLTA.

Iriant menjelaskan kepada wartawan usai pertemuan, membangun PLTA membutuhkan waktu lama.

Di banyak negara juga begitu, ia mencontohkan bendungan Three Gorges di China yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa mewujudkan PLTA dengan kapasitas besar.

Terhambat COVID-19

Pembangunan PLTA Sungai Kayan lagi-lagi mengalami hambatan kali ini akibat merebaknya pandemi COVID-19.

Gubernur Kaltara Irianto Lambrie mengakui hal itu, misalnya proses mobilisasi pengiriman alat berat dan kontainer dari Surabaya ke Tanjung Selor harusnya awal Maret 2020 namun gagal karena pandemi.

PT. KHE, selaku pihak pemrakarsa proyek berjanji tetap berusaha memobilisasikan alat berat dan peralatan ke titik pembangunan PLTA Kayan I.

Di samping peralatan, dalam pengiriman tersebut juga ada sejumlah kontainer yang nantinya menjadi perkantoran, mess karyawan.

Keberadaan PLTA sangat strategis karena dengan kapasitas 9.000 MW bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan listrik di Kaltara --hanya sekitar 150 MW-- bahkan untuk wilayah Kaltim.

Tiga wilayah utama di Kaltim --Kutai Kartanegara, Balikpapan dan Samarinda-- kebutuhan energi listrik puncak sekitar 500 MW.

Sehingga keberadaan PLTA Sungai Kayan kian strategis dengan ditetapkan Kaltim sebagai Ibu Kota Negara (IKN) baru, otomatis Kaltara menjadi daerah penyangga.

Kelebihan kapasitas listrik PLTA Sungai Kayan juga diproyeksikan untuk dijual bukan hanya kepada provinsi di Kalimantan namum juga ke Sabah dan Serawak, mengingat Kaltara berbatasan langsung dengan dua negeri bagian di Malaysia timur itu.

PLTA Sungai Kayan juga terintegrasi dengan pembangunan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning - Mangkupadi.

Pembangunan KIPI diharapkan dapat mendorong pertumbuhan listrik di Kaltara meningkat 50 persen dari kondisi saat ini.

Dikawal KSP

Dari berbagai arti strategis itu sehingga pantaslah PLTA Sungai Kayan mendapat perhatian khusus presiden sehingga perkembangannya dipantau langsung KSP.

Dalam beberapa kali kunjungan ke Kaltara, Presiden Jokowi meninjau langsung meskipun karena alasan kondisi geografis serta kelemahan infrastruktur sehingga kegiatan itu hanya melalui udara.

Termasuk pada peninjauan lokasi PLTA melalui udara 19 Desember 2019.

Presiden Joko Widodo didampingi Seskab Pramono Anung, Mendagri Tito Karnavian, Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Gubernur Irianto Lambrie meninjau lokasi PLTA Sungai Kayan saat perjalanan menggunakan helikopter kepresidenan dari Tarakan ke Long Bawan, Krayan, perbatasan di Kabupaten Nunukan.

Perjalanan menyusuri Sungai Kayan meninjau dari udara titik lokasi PLTA Kayan 1 dan Kayan 2.

Presiden kembali mengarahkan agar PLTA Sungai Kayan di Long Peso Bulungan itu segera dilanjutkan pembangunannya saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2019 Jakarta.

Presiden menegaskan akan memantau terus perkembangannya.

Presiden menegaskan PLTA Sungai Kayan merupakan salah satu sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.

Lewat PLTA Kayan juga akan meningkatkan kapasitas "Indonesia yang berdaya saing". Lewat PLTA, akan terjadi penghematan biaya produksi listrik.

Pasalnya, selama ini, apabila mengandalkan batu bara maka biaya pokok penyediaan (BPP) listrik mencapai 6 hingga 7 sen dolar AS, sementara apabila menggunakan hydro power BPP hanya sekitar 2 sen dolar AS.

Jokowi berharap dengan pemanfaatan hydro power ini, investor akan berdatangan ke Indonesia, khususnya Kaltara.

Pembangunan mega proyek PLTA tersebut masuk dalam bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 58/2018, sehingga secara periodik tentu akan dilaporkan kepada Presiden RI perkembangannya.