JAKARTA – Memori hari ini, lima tahun yang lalu, 17 Desember 2019, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengakui tanda tangannya dalam sertifikat Adikarya Wisata untuk Diskotek Colosseum asli. Masalahnya tanda tangan itu dilakukan bersamaan dengan banyak sertifikat lainnya sehingga Anies tak teliti.
Sebelumnya, seisi Ibu Kota heboh dengan Anies yang memberikan penghargaan kepada Colosseum. Padahal diskotek itu dianggap Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta baru punya kasus narkoba.
Politik identitas yang dimainkan Anies Baswedan dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 memang berhasil. Ia mampu jadi Gubernur DKI Jakarta yang baru. Kondisi itu memunculkan imej bahwa seorang Anies adalah pembela umat Islam. Suatu sosok yang akan membawa umat Islam maju.
Ia bertindak memberi pelindungan umat Islam di Jakarta dari segala bentuk maksiat. Saham Pemerintah DKI Jakarta di perusahaan bir saja ingin segera dilelang. Masalah muncul kala pemerintah DKI Jakarta dan Anies Baswedan justru memberikan penghargaan Adikarya Wisata untuk Diskotek Colosseum di Hotel JW Marriott, Jakarta pada 6 Desember 2018.
Pemerintah DKI Jakarta menyebut Colosseum layak mendapatkannya. Colosseum dianggap pemerintah telah menunjukkan keseriusannya dari dedikasi, kinerja, dan kotribusi terhadap periwisata Ibu Kota. Penghargaan itu mendapatkan kecaman dari sana sini.
Anies yang notabene dekat dengan ormas Islam dianggap dengan mudah memberi restu. Ia bahkan teken sendiri sertifikat penghargaan. Anies tak ubahnya orang yang meluaskan maksiat di Jakarta. Anies dianggap menciderai hati umat Islam.
Hadirnya diskotek saja sudah bertentangan dengan norma agama. Kondisi itu diperparah dengan BNNP DKI Jakarta menyebut bahwa baru-baru ini kasus narkoba hadir di Colosseum. Artinya, benar-benar tempat itu dipandang sebagai sarang maksiat.
"Penghargaan terhadap diskotek jelas keliru. Tempat seperti diskotek sendiri bertentangan dengan norma agama dan kearifan lokal," ujar Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia, 15 Desember 2019.
Kecaman demi kecaman hadir kepada Anies. Pemerintah DKI Jakarta kalang-kabut untuk mencabut penghargaan pada 16 Desember Desember. Namun, Anies baru angkat bicara pada 17 Desember 2019. Anies tak menyangkal bahwa tandatangannya cetak di sertifikat penghargaan memang benar milik dia. Tidak palsu.
Ia menegaskan tanda tangan itu diberikan sekalian banyak hingga ia tak membaca semuanya. Anies pun mencopot pelaksana tugas (plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Alberto Ali sebagai bentuk tanggung jawab atas ramainya skandal.
BACA JUGA:
"Kalau anda wisuda, rektor kan tandatangan cetak. Kalau SIM kan cetak. Jadi bukan pemalsuan. Cuma itu tandatangan yang dilakukan secara banyak untuk penghargaan. Dan sekarang lagi diperiksa. Nanti kita lihat dimana letak persoalannya.”
"Kelakuan mereka sudah jelas ada surat bulan Oktober, kok masih diproses jadi kandidat dapat penghargaan. Harusnya diproses laporan. Ini malah dikasih penghargaan. Itu fatal. Bagaimana sebuah tempat ada laporan bulan Oktober, bulan Desember dikasih penghargaan. Itu fatal. Maka diperiksa semuanya," ujar Anies sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia, 17 Desember 2019.