Bagikan:

JAKARTA - Cornelis de Houtman, seorang penjelajah asal Belanda adalah orang yang pertama kali menemukan rute perjalanan laut dari Eropa ke Hindia --sekarang Indonesia. Mulanya ia berekspedisi hanya untuk membeli rempah-rempah. Namun, belakangan ia mulai membuat onar. Konon, ekspedisinya yang kedua ditandai sebagai dimulainya masa penjajahan kolonial Belanda terhadap Indonesia. 

Semuanya bermula pada tahun 1592, dikutip dari Europeana, saat itu Cornelis de Houtman dikirim ke Lisbon oleh kongsi pedagang Amsterdam untuk menggali informasi tentang Kepulauan Rempah. Saat itu, isu mengenai Kepulauan Rempah memang sedang menjadi buah bibir di Eropa. 

Tugas pertama pun selesai. De Houtman kembali ke Amsterdam. Pada saat bersamaan, Jan Huygen van Lonschoten juga baru saja pulang dari India dengan tugas yang sama. De Houtman, Van Lonschoten dan para pedagang akhirnya berkumpul dan urun rembug menentukan lokasi mana yang hendak mereka tuju. 

Para kongsi pedagang memutuskan, lokasi yang hendak dituju selanjutnya yakni Bantam (Banten). Mereka menakar di sana peluang untuk memboyong rempah-rempah besar. 

Pada 1594 para kongsi pedagang tersebut mendirikan perusahaan bernama 'Compagnie van Verre' dan pada hari ini, 2 April, pada akhir abad 16 atau pada tahun 1595, empat kapal pedagang yang dipimpin De Houtman pergi menuju Hindia. Keempat kapal tersebut adalah Amsterdam, Hollandia, Mauritius, dan Duyfken.

Sempat singgah lama di Madagaskar, akhirnya rombongan kapal dagang De Houtman tiba di Pelabuhan Banten pada 22 Juni 1596, pada pendaratan mereka yang pertama, hanya mambawa tangan kosong. Menurut catatan Europeana, hal itu mungkin karena mereka jadi korban kelicikan pedagang Portugis yang sudah lebih dulu berada di sana. Selain itu, perilaku pedagang Belanda memang tak bijaksana. 

Akhirnya mereka]emutuskan untuk berlayar menuju Madura di bagian timur Hindia. Di sana, mereka diterima dengan damai oleh penduduk setempat. 

Namun apabila, catatan Europeana benar, watak tidak bijaksana Cornelis de Hotman malah membawanya pada tindakan kekacauan. Tindakan ramah penduduk setempat malah dibalas dengan air tuba. Houtman dan rombongan merasa takut dikhianati penduduk setempat, maka mereka secara brutal menyerang penduduk sipil dan melarikan diri dengan kapal mereka.

Mereka baru mendapatkan hasil yang mereka cari: rempah-rempah, pada 26 Februari 1597. Akhirnya mereka bisa membawa hasil ke kampung halaman mereka, Amsterdam. Namun di tengah jalan kapal-kapal Portugis tak tinggal diam. Mereka merebut pasokan air dan persedian perbekalan rombongan ekspedisi. 

Dari 249 awak kapal, hanya 87 yang berhasil kembali ke Belanda. Meskipun perjalanan itu menelan banyak korban jiwa dan finansial, namun mereka dinilai tetap mencapai titik impas. 

Ekspedisi kedua

Pada tahun berikutnya, enam ekspedisi dikerahkan kembali dari Belanda untuk pergi ke Hindia. Pada masa ini pula dianggap sebagai awal penjajahan Belanda pada Hindia. 

Pada pelayarannya yang kedua, Armada Dagang Belanda sudah dipersenjatai layaknya kapal perang. Di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan saudaranya Frederijk de Houtman pada 21 Juni 1599, mereka memasuki pelabuhan Banda Aceh dan diterima dengan wajar sebagai layaknya kapal dagang negara sahabat. 

Namun, Cornelis bersaudara mengkhianati kepercayaan Sultan. Mereka membuat manipulasi dagang, mengacau, menghasut, dan membuat keributan lainnya. Hal itu membuat Sultan mengambil langkah tegas dengan menugaskan kepada Panglima Armada Inong Balee Laksamana Malahayati untuk menyelesaikan pengkhianatan tersebut. 

Armada Inong Balee kemudian menyerbu kapal-kapal Belanda yang menyamar sebagai kapal dagang. Pertempuran satu lawan satu berlangsung di atas geladak kapal-kapal Belanda. Cornelis de Houtman mati ditikam oleh Malahayati sendiri dengan rencongnya, sementara saudaranya Frederijk de Houtman ditawan.