JAMBI - Sebuah perahu kuno ditemukan di desa Lambur, Jabung Timur, Provinsi Jambi. Berdasarkan riset, panjang perahu kuno tersebut adalah 24 meter dengan lebar 5,5 meter dan dibuat pada awal abad ke-16 Masehi.
Dosen Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) Ali Akbar mengatakan, penemuan ini membuktikan kapal nusantara mampu menjelajahi dunia sebelum kedatangan bangsa Eropa.
Bangsa Eropa dikenal sebagai penjelajah dunia sekitar abad ke-14 Masehi. Namun penemuan ini membuktikan, bangsa Indonesia juga mampu berlayar ke Persia sekitar abad ke-10 Masehi.
Sebagai perbandingan, akhir abad ke-16, tepatnya tahun 1596, Cornelis de Houtman, pelaut Belanda yang pertama mendarat di Indonesia, membawa empat kapal berukuran panjang 24 meter yang mampu mengarungi samudra dari Eropa sampai ke Nusantara.
"Penemuan kapal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah mampu membuat kapal besar yang mampu menjelajah sangat jauh di lautan lepas, bahkan sebelum kedatangan bangsa Eropa," kata Ali Akbar, Antara, Rabu, 28 April.
BACA JUGA:
Penyusunan papan-papan perahu kuno menggunakan teknik papan ikat dan kuping pengikat (sewn plank and lashed-lug technique).
Teknik ini merupakan ciri khas teknik pembuatan kapal masyarakat Asia Tenggara atau Austronesia dan diterapkan mulai dari sekitar abad ke 1 Masehi. Perahu kuno dengan teknik ini antara lain ditemukan di Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia.
Perahu ini diyakini merupakan sisa peradaban Kerajaan Zabaj (Sabak) yang terletak di antara India dan Cina serta berada di garis ekuator. Kerajaan ini merupakan kerajaan maritim berbudaya Islam yang terkenal dengan kemampuan penjelajahan kapal-kapal mereka.
Berdasarkan catatan kuno, perahu-Zabaj juga telah sanggup berlayar ke Persia yakni ke Pelabuhan Siraf di Iran.
Penelitian ini merupakan hasil kerja sama antara UI dengan Pemerintah Daerah Tanjung Jabung Timur dengan tujuan peningkatan kualitas pariwisata di lokasi Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi.
"Situs tersebut terletak di lokasi transmigrasi yang terbilang cukup sepi. Diharapkan berdasarkan penelitian ini, pengolahan pariwisata daerah tersebut dapat dilakukan dan situs ini dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat umum," ujar Ali menjelaskan.