Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 31 Juli 2017, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Bambang Brodjonegoro menegaskan program Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu program family planning terbaik di dunia. Upaya pengendalian kelahiran itu punya manfaat bejibun.

Sebelumnya, program KB didukung penuh oleh Soeharto dan Orde baru. Program itu dianggap sebagai ujung tombak menyejahterakan kaum wanita. Program KB dapat menurunkan angka ibu meninggal setelah melahirkan dan hidup pas-pasan.

Banyak anak, banyak rezeki. Narasi itu mulai dianggap usang di era pemerintahan Soeharto dan Orde Baru. Empunya kuasa melihat bahwa tindakan tak mau mengendalikan kelahiran bisa berujung ke mudarat.

Orba melihat wanita jadi kaum paling sengsara. Angka ibu yang meninggal setelah melahirkan meninggi. Belum lagi urusan membesarkan anak yang membutuhkan biaya tak sedikit. Mereka kaum yang mampu tak masalah. Namun, jadi masalah jika mereka berasal dari keluarga pas-pasan.

Sederet masalah itu bermuara kepada meningkatnya kemiskinan. Kehidupan akan semakin sulit dan generasi gemilang penerus bangsa yang dicita-citakan Indonesia takkan tercapai. Soeharto dan Orba ambil sikap. Mereka mendukung program KB.

Petugas BKKBN menunjukkan alat kontrasepsi yang menjadi andalan program KB. (ANTARA)

Dukungan itu diberikan bukan cuma basa-basi belaka. Orba dengan serius mendirikan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada 1968. Lembaga itu lalu berubah nama jadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970.

Soeharto berharap masyarakat Indonesia mulai berpikir untuk memiliki anak paling banyak dua orang. Orba serius membiayai program KB. Anggarannya tiap tahun kian meningkat. Hasilnya, laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan.

Belakangan dukungan Soeharto terhadap KB banjir pujian. Keberhasilan itu juga membuatnya dilirik PBB. Sebagai apresiasi, PBB memberikan penghargaan United Nation Population Awards (UNPA) pada 8 Juni 1989.  

 “Dalam suatu upacara di markas besar PBB, sekitar sejam, Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar akan menyerahkan United Nations Population Awards (UNPA) kepada Presiden Soeharto. Penghargaan sama akan diterima M. Aissah Agbetra, Menteri Kesehatan Togo. Maka, Presiden Soeharto akan membacakan pidatonya, setebal 35 halaman.”

“Pak Harto adalah kepala negara ASEAN pertama yang menerima award ini. Sejak pemberian penghargaan kependudukan diputuskan Sidang Umum PBB, 1981, ada beberapa tokoh dan lembaga intemasional telah menerima penghargaan tersebut: PM India Indira Gandhi, 1983. Profesor Carmen A. Miro dari Panama, Profesor Sheldon J. Segal dari AS, 1984, dan Presiden Bangladesh Hossain Mohammad Ershad, 1987,” ungkap Amran Nasution dan Sidartha Pratidina dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Sebuah Anugerah di Hari Ulang Tahun (1989).

Jejak program KB terus dilanjutkan presiden-presiden sesudah Soeharto. KB tetap jadi andalan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Pemerintah Indonesia era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) pun begitu.

Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegero mengungkap KB telah banyak membantu Indonesia dalam hal pembangunan berkelanjutan. Ia pun menegaskan bahwa KB adalah salah satu program family planning terbaik di dunia.

Bambang mengungkap hal itu pada Seminar Nasional bertema “Keluarga Berencana: Memberdayakan Masyarakat, Membangun Bangsa di Hotel Bidakara pada 31 Juli 2017. Ia pun berharap bahwa pemerintah dapat terus berkolaborasi dalam mendukung KB.

“Program KB berhasil menurunkan jumlah anak per satu perempuan hampir setengahnya. Program KB secara tidak langsung juga telah berhasil memperbaiki tingkat kesehatan dengan menurunnya Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita. Hal ini menjadikan program KB menjadi salah satu program family planning terbaik di dunia.”

“Saya berharap hasil pertemuan ini dapat menjadi masukan berharga bagi para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di dalam menyempurnakan kebijakan, strategi, dan program pembangunan kependudukan dan keluarga berencana,” tutup Bambang sebagaimana dikutip laman Bappenas, 31 Juli 2017.