Bagikan:

JAKARTA - Amerika (AS) Serikat dan Uni Soviet dikenal sebagai musuh bebuyutan. Perseteruan keduanya kian memanas kala Uni Soviet menjadikan Kuba sebagai sekutu. Kuba yang sedang krisis misil mendapat bala bantuan dari Uni Soviet pada 1962.

Negeri Tirai Besi menempatkan rudal balistiknya diam-diam di Kuba. Rudal itu diyakini untuk meluluhlantakkan AS. Sesuatu yang jadi pemantik perang nuklir. Siapa sangka kejadian itu urung dilakukan gara-gara satu orang, bartender pula. Johnny Prokov namanya.

Perseteruan antara AS dan Uni Soviet cukup kompleks. Namun, bukan berarti tak dapat dijelaskan. Sesuatu yang mencolok di antara kedua musuh bebuyutan itu adalah perbedaan ideologi. AS yang berpegangan dengan liberalisme, sedang Uni Soviet yang menganut ideologi komunisme.

Perbedaan itu membuat keduanya bertentangan dangan banyak hal, dari ekonomi hingga politik. Hubungan keduanya kian renggang saat memasuki Perang Dunia II. AS maupun Uni Soviet sama-sama dikenal negara kuat.

Rudal balistik jarak menengah milik Uni Soviet, R-12 dipamerkan di Lapangan Merah, Moskow, Uni Soviet. (Wikimedia Commons)

Kondisi itu membuat perseteruan kian memanas. Keduanya bak berlomba-lomba mengembangkan senjata nuklir. Uni Soviet pun tak menyia-nyiakan kesempatan menjadikan Fidel Castro dan Kuba sebagai sekutunya.

Pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev memberikan dukungan penuh kepada Kuba yang baru selesai melakukan revolusi. Uni Soviet pun melihat krisis misil Kuba sebagai peluang untuk menghancurkan Amerika.

Khrushchev pun diam-diam memberikan perintah untuk mengirimkan bantuan makanan, pertanian, dan senjata. Pucuk dicinta ulam tiba. Bala bantuan dari Uni Soviet mulai berdatangan ke Kuba via Pelabuhan Mariel pada September 1962.

Rudal balistik milik Amerika Serikat, Jupiter dipasang di pangkalan militer AS di Turki pada 1961. (Wikimedia Commons)

Kapal-kapal kargo dari Uni Soviet menanti untuk bongkar muatan. Namun, tentara Kuba punya tugas khusus. Mereka diminta untuk mengantar tentara Uni Soviet dan paket bantuan dengan catatan: peralatan pertanian.

Tentara kuba juga diminta mengawalnya dari malam hingga menjelang fajar dari pelabuhan menuju ke sebuah desa bernama Santa Cruz de los Pinos. Beberapa tentara pun penasaran. Jika memang paket bantuan yang datang, tentu pengawalannya tak harus dilakukan di tengah gelapnya malam.

Kecurigaan itu kian menguat kala tentara Kuba sampai diperintahkan memastikan tiada penduduk desa yang memotret bala bantuan. Tentara Kuba diminta memastikan keamanan dan kerahasiaan pengantaran paket.

Gambar rencana Presiden AS, John F. Kennedy untuk menyerang Kuba dalam misi Invasi Teluk Babi pada 1961. (Wikimedia Commons)

“Osvaldo Fernandez yang notabene tentara Kuba dikabarkan akan bertemu dengan delegasi persaudaraan dari sekutu baru Kuba, Uni Soviet. Orang-orang Soviet ini akan menjadi penasihat pertanian dan mereka akan membawa beberapa peralatan pertanian dari Rusia. Fernandez bertanya-tanya, mengapa bantuan harus buru-buru diturunkan dari kapal pada tengah malam, dan memastikan perjalanan mereka ke Santa Cruz selesai sebelum fajar?”

“Ketika rutenya melewati kota-kota dan desa-desa, tentara Kuba telah berbaris di jalan untuk memastikan tidak ada orang yang keluar dari rumah. Tentara Kuba harus memastikan tiada orang yang mengambil foto konvoi truk-truk besar yang luar biasa itu,” ungkap Alan Little dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul On the Brink (2002).

Johnny Prokov Si Juru Selamat

John F. Kennedy mulai mencium gelagat tak baik dari Uni Soviet di Kuba. Presiden AS ke-35 itu mendapatkan informasi bahwa Uni Soviet memiliki rencana menyerang AS. Isu rudal-rudal balistik Uni Soviet sudah ditebar di Kuba pun bergejolak. Kennedy pun masih pikir-pikir untuk melakukan invasi.

Kabar Kennedy mempertimbangkan invasi ke Kuba sampai ke telingga wartawan New York Herald Tribune, Warren Rogers dan Robert Donovan. Keduanya kebetulan membahas pandangan Kennedy di suatu bar itu yang berlokasi di gedung National Press Club, Washington, AS pada Oktober 1962.

Percakapan keduanya pun direkam dengan jelas oleh seorang bartender asal Uni Soviet yang sudah menjadi warga AS, Johnny Prokov. Ia yang notabene bekerja di bar tempat ngumpulnya kaum berpangkat, pejabat elit, dan wartawan-wartawan mencoba menguping pembicaraan.

Potret bartender Johnny Prokov. (Buku One Hell of a Gamble: Khrushchev, Castro, and Kennedy, 1958-1964)

Prokov mendengar pelanggan setia Robert Donovan akan segera meliput operasi militer merebut Kuba. Padahal, informasi yang seharusnya berangkat adalah Warren Rogers, bukan Donovan. Kesalahan lain yang dicerna Prokov adalah bahwa penyerangan itu akan dilakukan dengan segera.

Rencana liputannya saja masih tentatif. Alias Kennedy sendiri masih pikir-pikir untuk menginvasi Kuba. Namun, Prokov keceplosan menceritakan hal itu kepada salah seorang wartawan senior kantor berita Uni Soviet TASS, Anatoly Gorsky.

Prokov menceritakannya bahwa AS akan segera menginvasi Kuba. Gorsky pun langsung melanjutkan informasi yang mengagetkan itu ke Kremlin. Boleh saja Gorsky dikenal sebagai wartawan, tapi semua itu hanya penyamarannya sebagai agen intelejen Uni Soviet, KGB.

Prokov pun tak tahu jika Gorsky adalah agen KGB. Informasi itu sampai ke telinga Nikita. Kondisi itu membuat Nikita ambil sikap. Ia tak memahami apa yang ada dibenak Kennedy dalam melakukan invasi. Bisa-bisa akan terjadi perang nuklir kalau keduanya sama-sama telah bersiap menyerang.

Keputusan pun diambil Khrushchev. AS-Uni Soviet pun menggelar pertemuan. Keduanya pun sepakat tak ingin memperpanjang konflik. Uni Soviet meminta Amerika mencabut blokade dan tidak menginvasi Kuba. Uni Soviet pun lalu menarik rudal-rudal balistiknya di Kuba. AS juga melakukan hal yang sama dengan menarik rudal balistiknya dari Turki.

Kondisi itu membuat potensi Perang Dunia III --Perang nuklir-- tak terjadi. Semuanya berkat informasi yang disebar Prokov.

Pesawat Angkatan Laut AS membayangi sebuah kapal kargo Uni Soviet selama Krisis Rudal Kuba pada 1962. (Wikimedia Commons)

“Prokov melakukan kontak mata dengan sesama orang Soviet yang memasuki bar. Anatoly Gorsky adalah salah satu pemain catur terbaik di bar itu. Sejak diterima di National Press Club, delegasi TASS, termasuk Gorsky mendominasi turnamen catur. Gorsky juga seorang agen KGB yang melapor ke Aleksandr Feklisov di kedutaan Soviet. Tidak diketahui apakah Prokov menyadarinya ini, meskipun seperti sebagian besar komunitas jurnalistik, mungkin dia menduga Gorsky bukan sekadar koresponden TASS,” ungkap Aleksandr Fursenko dan Timothy Naftali dalam buku One Hell of a Gamble: Khrushchev, Castro, and Kennedy, 1958-1964 (1998).