Bagikan:

JAKARTA - Pebulutangkis putri Indonesia pernah pesimis dengan turnamen Piala Uber. Mereka terus jadi peserta, tapi jadi jawara tak pernah. Harapan muncul pada penyelenggaraan Piala Uber 1975. Tim Uber Indonesia mulai membangun kekuatan.

Skuad Indonesia diisi dengan nama-nama pebulutangkis putri menenteng. Mereka adalah Minarni, Taty Sumirah, Utami Dewi, Theresia Widiastuty, Imelda Wigoena, dan Regina Masli. Formula itu membantu Indonesia pecah telur. Indonesia akhirnya meraih Piala Uber pertama kali.

Thomas dan Piala Uber adalah kompetisi bergengsi di ajang bulu tangkis dunia. Piala Thomas diperuntukan untuk kategori pria beregu membela panji negaranya. Piala Uber sendiri diperuntukan untuk kategori putri beregu.

Indonesia pun punya mimpi untuk meraih piala emas lambang supremasi dunia bulu tangkis pria dan putri beregu, Piala Thomas dan Uber. Boleh jadi Tim Thomas Indonesia lebih dulu jadi jawara Piala Thomas pertama kali pada 1958.

Ibu Tien Soeharto bersama Srikandi bulu tangkis Indonesia yang menang Piala Uber 1975. (pbdjarum.org)

Beda hal dengan Tim Uber Indonesia. Jalan mereka menuju gelar juara tak mudah. Tim Uber Indonesia berkali-kali ikut. Namun, mimpi menang Piala Uber selalu kandas. Prestasi terbaik Tim Uber Indonesia tercatat hanya menjadi runner-up Piala Uber dua kali berturut-turut, pada 1969 dan 1972.

Itupun selalu kalah dari Jepang.  Suatu negara yang lebih dulu bersinar di Piala Uber daripada China. Kondisi itu membuat Tim Uber Indonesia selalu dianggap sepele di dalam negeri. Nada pesimis itu sering kali terdengar di mana-mana.

Ketimbang sibuk mendukung Tim Uber Indonesia, perhatian penggemar justru tersedot kepada Tim Thomas Indonesia. Pebulutangkis putri Indonesia tak mau menyerah. Mereka justru ingin terus membuktikan bahwa mereka dapat mempersembahkan yang terbaik bagi bangsa dan negara.

Ambil contoh yang dilakukan Minarni Soedaryanto dan Regina Masli. Keduanya terus membuktikan diri bahwa mereka yang terbaik. Namun, perjalanannya karier tak selalu mulus. Minarni, misalnya. ia justru mengalami cedera lutut pada 1970.

Namanya pun tenggelam dalam beberapa tahun. Prestasinya kian diramalkan menurun karena ia memilih menikah dan punya anak. Ibu-ibu tak dapat berprestasi, kata suara sumbang.  

“Pada 1970 ia mengalami cedera lutut di Asian Games, tatkala melawan Hiroe Yuki. Seharusnya ia bisa menang, tinggal tiga poin, tapi ia keburu jatuh dan digotong ke luar. Selama tiga tahun namanya tenggelam. Ternyata ia menikah dengan Sudaryanto, adik Retno Kustiyah.”

“Setelah punya anak tiga tiba-tiba ia muncul lagi pada 1974. la mengkhususkan diri dalam permainan ganda dan berhasil tampil di Kejurnas 1974, berpasangan dengan iparnya,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Setelah Jago Menggantung Raket (1979).

Juara Piala Uber

Tim Uber Indonesia tak lagi-lagi ingin dipermalukan di ajang Piala Uber 1975. Apalagi, Indonesia jadi tuan rumahnya. Empunya kuasa kemudian menyatukan para Srikandi dunia bulu tangkis Indonesia. Minarni, Taty Sumirah, Utami Dewi, Theresia Widiastuty, Imelda Wigoena, dan Regina Masli.

Kehadiran Minarni sendiri sempat diragukan akan membawa kegemilangannya bagi Tim Uber Indonesia. Namun, Minarni ingin membuktikan bahwa pebulutangkis yang sudah menikah dan punya anak dapat berprestasi.

Modal itu jadi suntikan semangat seluruh seisi Tim Uber Indonesia. Pucuk dicinta ulam tiba. Tim Uber Indonesia justru dipertemukan kembali dengan musuh bebuyutannya, Tim Uber Jepang di Final. Duet ganda putri, Regina-Minarni pun diracik untuk jadi mesin pencetak poin.

Langkah itu nyatanya membawa optimisme. Ganda putri racikan baru itu mampu menyumbangkan poin di hari pertama final di Istora Senayan pada 5 Juni 1975. Kala itu pasangan Regina-Minarni menang dalam pertandingan melawan Machiko Aizawa-Etsuko Takenaka, tiga set 15-6, 6-15, dan 15-9.

Kemangan itu membuat pasangan Regina-Minarni kian semangat memberikan poin pada hari kedua, 6 Juni 1975. Regina-Minarni unggul dua set langsung dari Hiroe Yuki-Mika Ikeda, 15-4 dan 15-9. Dua poin kemenangan itu jadi suntikan semangat teman-teman lainnya.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Ketua KONI Pusat, Suprayogi membuka upacara pembukaan Piala Uber 1975 di Istora Senayan, Jakarta pada 31 Mei 1975. (Perpusnas)

Indonesia akhirnya memperoleh skor final 5-2. Indonesia pun berhak menyandang gelar juara Piala Uber 1975. Tim Uber Indonesia pun membuktikan bahwa pebulutangkis Indonesia mampu mendapatkan piala emas lambang supremasi tertinggi putri beregu untuk pertama kalinya.

Kemenangan itu membuat Tim Uber Indonesia mulai diperhitungkan dalam kancah bulu tangkis dunia. Pun penggemar bulu tangkis Indonesia tak ingin menganggap sepele lagi semangat Tim Uber Indonesia. Sebab, mereka telah membuktikan bahwa Srikandi Indonesia mampu jadi jawara.

“Berikutnya, pada hari kedua, 6 Juni 1975, Regina-Minarni menyumbangkan angka kemenangan Piala Uber atas Jepang setelah unggul 4-2 dengan mengungguli Hiroe Yuki-Mika Ikeda, 15-8, 15-11. Selain Regina-Minarni, kemenangan Indonesia 5-2 atas Jepang dipersembahkan Taty Sumirah yang menang 11-5, 11-2 atas Atsuko Tokuda.”

“Lalu, dua angka lain didapat Theresia Widiastuti-melda Wigoena yang menyingkir kan Hiroe Yuki-Mika Ikeda, 15-4, 15-9, dan menggulingkan Machiko Aizawa-Etsuko Takenaka, 17-14, 15-0. Sementara dua kekalahan diderita Theresia Widiastuti yang menyerah kepada Hiroe Yuki, 7-11, 1-11, dan Utami Dewi takluk 5-11, 3-11 kepada Noriko Nakayama,” terang Justian Suhandinata dan Broto Happy Wondomisnowo dalam buku Tangkas: 67 Tahun Berkomitmen Mencetak Jawara Bulu Tangkis (2018).