JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) punya pengaruh besar di peta politik Indonesia. PAN dianggap penerus cita-cita reformasi. Namun, politik tetap saja politik. Kader-kader PAN datang silih berganti. Pimpinannya pun tak mau kalah.
Pergantian posisi itu mengganggu jalan politik partai. PAN sering kali berpindah-pindah, tak punya kantor tetap. Barang siapa yang menjadi Ketum, ia akan bertanggung jawab mencarikan Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN yang kerap dikenal Rumah PAN. Kondisi itu terjadi di era Soetrisno Bachir hingga Zulkifli Hasan.
Kalimat ganti rezim ganti kebijakan sering kali terdengar nyaring dalam dunia politik Indonesia. Kondisi itu terjadi karena setiap ganti pemimpin negara, ganti pula kebijakannya. Jika ditelusuri lebih lanjut, kondisi itu tak hanya terjadi dalam level negara. Level parpol pun begitu.
PAN, misalnya. Partai yang digadang-gadang sebagai penerus cita-cita reformasi kerap kali memiliki polemik internal. Jika level negara ganti rezim ganti kebijakan, di level PAN ganti pemimpin sama artinya dengan ganti kantor.
Boleh jadi PAN awalnya sering pindah kantor karena masalah keuangan – PAN pernah berkantor di Radio Dalam, Tebet, hingga Ampera. PAN bahkan pernah berkantor dengan sewa sebuah rumah. Belakangan urusan menyediakan kantor sepertinya dibebankan kepada Ketum PAN.
Soetrisno Bachir pernah melakukannya. Ketum PAN era 2005-2010 itu pernah memperbolehkan PAN berkantor di gedunganya di Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan. Kantor itu dikenal oleh banyak orang sebagai Rumah PAN. Suatu markas utama dari partai berlambang matahari putih.
Masalah muncul. Jabatan Soetrisno Bachir sebagai Ketum PAN berakhir 2010. Kuasa Soetrisno berakhir kala Hatta Rajasa terpilih sebagai Ketum baru secara aklamasi untuk Periode 2010-2015. Kondisi itu membuat Kantor/Rumah PAN yang berada di Warung Buncit, Jakarta selatan ikut goyang.
Rumah PAN yang awalnya dianggap sebagai markas utama itu justru diwakafkan Soetrisno kepada Ormas Muhammadiyah. Kondisi itu memunculkan polemik. Sebab, Ketua Dewan Pimpinan Pusat DPP PAN, Asman Abnur menegaskan gedung DPP PAN sepenuhnya milik partai, bukan Muhammadiyah.
Kondisi itu terjadi kala Sutrisno memimpin PAN mulai memimpin PAN sedari 2005. Asman mengungkap bahwa Sutrisno sudah mewakafkan gedung itu untuk PAN. Kondisi itu membuat Rumah PAN sepenuhnya milik PAN, bukan Muhammadiyah. Nyatanya, semua salah paham. Gedung itu hanya dipinjamkan.
Masalah kepemilikan gedung pun tak ingin berlarut-larut. PAN tak ingin digambarkan memiliki masalah dengan Muhammadiyah. Sebab, hubungan yang terjalin selama ini baik-baik saja.
"Bagi PAN, gedung ini pemberian, dan dikatakan Mas Tris (Soetrisno Bachir) sudah diwakafkan kepada PAN. Jadi kami nilai ini adalah aset PAN," kata Asman saat jumpa pers di DPR sebagaimana dikutip laman Merdeka.com, 4 Juni 2010.
Kembali Tak Punya Kantor
Ketum PAN era 2010-2015, Hatta Rajasa tak ingin urusan gedung Kantor DPP PAN berlarut-larut. Hatta pun memindahkan Kantor DPP PAN ke Jalan TB Simatupang No. 88, Jakarta Selatan. Kader-kader PAN pun meyakini bahwa pindah gedung ini kala itu jadi yang terakhir kali.
Bakal Kantor DPP PAN itu memiliki delapan lantai dan didominasi warna hitam. Namun, kantor DPP PAN tak lantas langsung ditempati karena renovasi. Kantor itu perlahan-lahan digunakan untuk keperluan rapat dahulu. Rumah PAN baru diresmikan pada 2012.
Masalah dengan pola yang sama muncul. Kepemimpinan Hatta lalu berganti ke Zulkifli Hasan. Ketum PAN itu itu mengakui bahwa gedung yang ditempati adalah bersifat sementara, alias numpang.
BACA JUGA:
Gedung TB Simatupang 88 diketahui milik salah seorang anak Hatta. Gedung PAN pun terpaksa pindah karena bangunan itu akan digunakan untuk usaha anak Hatta. Kondisi itu semakin memperkuat imej PAN yang kerap pindah-pindah kantor.
Belakangan, inisiasi saweran kader untuk membangun kantor DPP PAN pun dilakukan. PAN tak ingin lagi berpindah-pindah kantor. PAN ingin memiliki gedung permanen. Bukan numpang-numpang. Gedung itu baru terealisasi pada 2022. Kantor DPP PAN itu berlokasi di Jalan Amil No.7 Pejaten Barat, RT12/5, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.
"Saya kira kantor yang di TB Simatupang itu sudah tetap, tapi ternyata belum milik PAN. Jadi pasca kongres kan itu ternyata mau dipakai oleh anaknya Bang Hatta buat bisnis, ya artinya kami harus pindah dari sana," ujar Ketua DPP PAN Yandri Susanto sebagaimana dikutip laman Detik.com, 13 April 2015.