Bagikan:

JAKARTA - Sultan Hamengkubuwono IX dikenal aktif dalam kegiatan Kepanduan. Gerakan itu diyakini seperti langkah memupuk rasa nasionalisme. Alias kegiatan yang mampu memberikan kekuatan, kepandaian, dan kecakapan dalam memimpin.

Hamengkubuwono ambil sikap. Ia tak ingin gerakan kepanduan jalan sendiri-sendiri. Ia ingin membuat semua organisasi kepanduan yang ada dalam satu wadah di era kemerdekaan. Praja, muda, karana (Pramuka), namanya. Suatu langkah yang membuatnya dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia.

Gerakan kepanduan ala Robert Baden Powell mulai digemari di Hindia Belanda (kini: Indonesia) pada 1912-an. Kegemaran itu berlasan. Gerakan kepanduan memiliki andil besar dalam meningkat keterampilan bertahan hidup dan bela negara. 

Mereka yang ikut dalam gerakan kepanduan, niscaya akan merasa dirinya menjelma sebagai pribadi gagah, berani, terampil, dan mandiri. Belakangan gerakan kepanduan antara orang Eropa dan kaum bumiputra dipisah.

Pemisahan itu mulanya dianggap rasis. namun, belakangan bawa keuntungan bagi kaum bumiputra. Gerakan itu tak hanya fokus kepada aktivitas berbaris atau berkemah belaka. Kepanduan justru mampu jadi nyala api perjuangan untuk memupuk rasa nasionalisme.

Bung Karno didamping oleh Sultan Hamengkubuwono IX kala melakukan inspeksi pada Hari Pramuka 1965. (Perpusnas)

Ide-ide kemerdekaan lepas dari belenggu penjajahan mulai hadir dalam gerakan kepanduan. Narasi itu membuat kepanduan jadi bagian penting dalam peta perjuangan nasional. Fakta itu diamini benar oleh seorang bernama asli Raden Mas Dorodjatun.

Dorodjatun bahkan telah bergabung sebagai anggota kepanduan sejak masuk sekolah dasar. Atau tepatnya pada saat ia masih duduk di kelas III. Mulanya ia suka sekali berkemah. Kegiatan itu membuat mandiri dan wawasannya kian bertambah.

Seiring waktu kepekaan soal nasib bangsa perlahan-lahan mulai hadir. Kepanduan itu terus didalami olehnya hingga naik takhta jadi Sultan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono IX. Pelajaran berharga dari kepanduan membuatnya jadi pribadi yang suka menolong.

Narasi itu terlihat kala Indonesia merdeka. Hamengkubuwono bersedia wilayah kekuasaan menyatu jadi bagian Indonesia. Ia turut pula memberikan restu Ibu Kota Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dana dari kantong keraton ikut dikeluarkan supaya roda pemerintahan Indonesia berjalan.

Ia terus bergerak untuk membesarkan kepanduan. Bahkan, ia diangkat jadi Bapak Pandu Indonesia. Jejak itu terlihat kala Hamengkubuwono mampu menggabungkan seluruh organisasi kepanduan yang ada jadi satu wadah pada 1960.

Sri Sultan Hamengkubuwono yang dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia. (Perpusnas)

“Para Pemimpin Pandu menyelenggarakan konferensi di Jakarta antara lain memutuskan berdirinya sebuah federasi kepanduan dengan nama Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) untuk golongan putra. Sementara itu di golongan putri terdapat dua federasi, yaitu: Persatuan Kepanduan Putri Indonesia (PKPI) dan Persaudaraan Organisasi Pandu Putri Indonesia (POPPINDO).”

“Sri Sultan Hamengkubuwono IX, selaku Pandu Agung (Bapak Pandu Indonesia), mempersatukan ketiga Federasi tersebut dan melahirkan satu badan federasi baru yaitu Persatuan Kepanduan Indonesia (PERKINDO),” terang R. Darmanto Djojodibroto dalam buku Kepanduan (2019).

Bapak Pramuka Indonesia

Penyatuan organisasi kepanduan oleh Hamengkubuwono dan kawan-kawan diapresiasi Bung Karno. Banyak di antara pemimpin bangsa menyarankan supaya organsasi kepanduan berganti nama dengan yang becorak keindonesiaan. Nama Pramuka pun diusulkan oleh Hamengkubuwono.

Kata itu Hamengkubuwono terinsiprasi dari kata poromuko. Artinya pasukan terdepan dalam perang. Usulan itu kemudian digunakan cuman diganti dengan singkatan dari Praja Muda Karana: jiwa muda yang suka berkarya.

Nama itu disukai banyak pihak, termasuk Soekarno. Hamengkubowo IX lalu diangkat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (Ka Kwarnas) pertama pada 14 Agustus 1961. Suatu tanggal yang kelak diperingati sebagai Hari Pramuka.

Pandoe Kebangsaan, asal muasal Pramuka Indonesia. (Arsip Museum Sumpah Pemuda)

Soekarno juga memberikan Hamengkubowono Anugrah Pandji Kehormatan dihadapan 10.000 anggota Pramuka di Istana Negara. Semenjak itu Hamengkubuwono kelak dikenal dengan sebutan Kak Sultan. Hamengkubowo pun menjabat Ka Kwarnas dalam waktu yang lama, empat periode hingga 1974.

Ia juga memperoleh beragam penghargaan intenasional karena memajukan Pramuka Indonesia. Sebagai bentuk penghargaan atas jasa besarnya membangun Pramuka, pemerintah Indonesia era Orde Baru (Orba) juga kepincut ingin memberikan penghargaan. 

Ia dianugerahkan gelar Bapak Pramuka Indonesia. Penghargaan itu diberikan dalam Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka yang digelar di Dili, Timor-Timur pada 1988.

“Pidato presiden Soekarno itu diberikan dalam suatu upacara yang khidmat dianugerahkan Pandji Kehormatan Pramuka oleh Presiden kepada Wakil Ketua I gerakan Pramuka, Sultan Hamengkubuwono IX, sebagai tanda dilantiknya gerakan pramuka itu di seluruh Indonesia.”

“Pandji Kehormatan itu beralaskan dasar sutera putih di tengah-tengahnya terlukis lambang Pramuka, yaitu cikal kelapa berwarna merah,” terang Soekarno pada 14 Agusus 1961, sebagaimana dikutip majalah Mimbar Penerangan berjudul Gerakan Pramuka adalah Penyelenggara Amanat Penderitaan Rakyat (1961).