Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, empat tahun yang lalu, 5 April 2020, Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson yang kritis dilarikan ke rumah sakit. Tindakan itu diambil karena kesehatan Boris terus memburuk karena tertular virus korona (COVID-19).

Sebelumnya, pandemi COVID-19 membawa kepanikan di seantero Inggris. Angka penularan COVID-19 kian meningkat. Sekalipun Inggris sudah menerapkan aturan karantina wilayah (lockdown). Tetap saja tiada yang kebal dari COVID-19. Pesohor negeri seperti Pangeran Charles ikut tertular.

Kehadiran COVID-19 pernah dianggap remeh oleh dunia. Banyak di antara negara-negara tak terlalu memusingkan virus dari Wuhan. Pintu penerbangan internasional tetap terbuka. Nyatanya, sikap itu adalah awal dari petaka.

Seisi dunia panik bukan main. Penularan virus korona menyebar dengan cepat. Inggris pun merasakannya. Angka kematian karena COVID-19 meningkat tajam. Sisi lainnya kondisi itu membuat segala sektor di Inggris kena masalah.

Boris Johnson yang pernah menjabat sebagai PM Inggris era 2019-2022. (Wikimedia Commons)

Banyak usaha gulung tikar dan pengangguran muncul di mana-mana. Pemerintah pun ambil sikap. Mereka mencoba menyiapkan banyak siasat untuk dapat menanggulangi virus. Mereka mulai membatasi ruang gerak sektor bisnis hingga perbankan. Sekolah-sekolah juga mulai ditutup.

Kondisi itu mengharuskan anak sekolah mulai mengadopsi ajian belajar dari rumah. Empunya kuasa turut mengambil kebijakan tak populer. PM Inggris Boris Johnson sampai harus melakukan karantina wilayah pada 23 Maret 2020.

Opsi itu diambilnya karena penularan COVID-19 jatuh pada level yang mengkhawatirkan. Rakyat Inggris diminta untuk tetap berada di rumah. Mereka dilarang keluar jika tak ada hal yang penting. Imbauan itu bukan tanpa sebab. Virus COVID-19 belum memiliki vaksin jadi muaranya.

Empunya kuasa turut mengimbau mereka yang tertular COVID-19 dengan kondisinya tanpa gejala dapat melakukan isolasi diri di rumah. Sedang mereka yang memiliki kondisi tak baik-baik saja diminta untuk dirawat inap di rumah sakit.

Papan peringatan tentang bahaya COVID-19 di luar gedung Bank of England, London, Inggris (8/1/2021). (Reuters/John Sibley)

"Orang tidak boleh bepergian, dengan cara apa pun, kecuali mereka benar-benar harus melakukannya. Orang London harus menghindari interaksi sosial kecuali benar-benar diperlukan, dan itu berarti mereka harus menghindari menggunakan jaringan transportasi kecuali benar-benar diperlukan," ujar Wali Kota London, Sadiq Khan sebagaimana dikutip Antara, 25 Maret 2020.

COVID-19 tak mengenal batas. Mereka yang tertular COVID-19 bisa jadi siapa saja. Sosok macam Pangeran Charles pun dipaksa isolasi diri mandiri karena tertular virus dari Wuhan. Boris Johnson, apalagi. PM Inggris yang kerap hilir mudik menangani masalah COVID-19 juga tumbang.

Mulanya ia tercatat kena gejala ringan COVID-19 pada 26 Maret 2020. Tim dokter pun menyarankan untuk melakukan isolasi mandiri di kantor sakaligus kediaman PM di Downing Street 10. Namun, dalam perjalanannya kondisi Boris kian memburuk. Boris yang kritis lalu dilarikan ke rumah sakit pada 5 April 2020.

Warga Inggris pun mendoakan kesembuhan Boris. Sebab, kepemimpinan Boris dibutuhkan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Inggris.

“Atas saran dokternya, PM malam ini dirawat di rumah sakit untuk menjalani tes. Ini adalah langkah pencegahan, karena perdana menteri terus mengalami gejala virus corona 10 hari setelah dites positif terkena virus tersebut. PM akan tinggal di rumah sakit selama diperlukan,” terang keterangan juru bicara kediaman PM Inggris sebagaimana dikutip laman The Guardian berjudul Boris Johnson Admitted to Hospital with Coronavirus (2020).