25 Januari dalam Sejarah: Hari Gizi Nasional dan Anak Bangsa Tak Bergizi
Ilustraso foto (Ben White/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, tepatnya 25 Januari, Indonesia memeringati Hari Gizi Nasional. Hari Gizi Nasional diperingati untuk mengingat pengaderan tenaga gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan oleh LMR pada 25 Januari 1951.

Menurut situs resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Sehat Negeriku, sejak saat itu pendidikan tenaga gizi terus berkembang pesat di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Setelah itu disepakatilah 25 Januari sebagai Hari Gizi Nasional Indonesia.

Hari Gizi Nasional pertama kali diadakan oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR) pada pertengahan 1960-an. Peringatan tersebut lalu dilanjutkan oleh Direktorat Gizi Masyarakat sejak 1970-an hingga sekarang.

Upaya perbaikan gizi di Indonesia dimulai sejak 1950, ketika Menteri Kesehatan Dokter J Leimena mengangkat Profesor Poorwo Soedarmo sebagai kepala Lembaga Makanan Rakyat (LMR) atau saat itu lebih dikenal Instituut Voor Volksvoeding (IVV). Sudah puluhan tahun berjuang memperbaiki gizi Indonesia, bukan berarti perjuangan tersebut segera berakhir.

Angka stunting di Indonesia

Stunting, dampak kurang gizi pada balita masih menghantui Indonesia. Pada 2019, Menteri Kesehatan Indonesia saat itu, Nila F. Moeloek, menyampaikan bahwa angka stunting pada 2019 turun menjadi 27,67 persen.

Penurunan tersebut berdasarkan Prevalensi Data Stunting Tahun 2019 dari hasil riset studi status gizi balita di Indonesia. Angka tersebut merupakan kabar baik karena turunnya angka stunting dinilai sangat menggembirakan.

Jika dibandingkan data stunting berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, angkanya mencapai 30,8 persen. Meski angka stunting turun, angka tersebut masih melewati batas angka yang ditetapkan WHO.

Batas toleransi WHO dalam angka stunting adalah sebesar 20 persen. Kasus stunting paling banyak di daerah dengan kemiskinan tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah.

Melihat menurunnya angka stunting di Indonesia memberikan harapan bagi pemerintah Indonesia untuk terus menurunkannya. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menargetkan angka stunting pada 2024 turun hingga 14 persen.

Presiden Joko Widodo (Twitter/@jokowi)

Dengan target tersebut, Jokowi memerintahkan jajarannya fokus menurunkan angka stunting, terutama di sepuluh provinsi, yang angka prevalen stunting-nya tertinggi di Indonesia. Sepuluh provinsi tersebut adalah NTT, NTB, Sulawesi Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

"Nanti Mendagri juga bisa menyampaikan gubernur, bupati, dan walikota sampai ke kepala Desa terutama untuk 10 provinsi tersebut agar betul-betul bisa konsentrasi dan fokus untuk penurunan stunting," kata Jokowi, seperti diberitakan VOI.

Jokowi juga meminta akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil maupun balita di Puskesmas ataupun Posyandu tetap berjalan seperti biasa di tengah pandemi COVID-19. Jokowi juga harap aspek promotif dan edukasi sosialisasi bagi ibu hamil dan keluarga terus digencarkan untuk meningkatkan pemahaman pencegahan stunting.

Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga mengingatkan harus adanya langkah extraordinary untuk mencapai target ambisius itu. Di antaranya yaitu menggandeng Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk mencegah stunting sebelum pernikahan terjadi.