JAKARTA – Memori hari ini, 14 tahun yang lalu, 15 Desember 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menurunkan harga BBM. Harga bensin yang awalnya Rp6.000 per liter menjadi Rp5.000 per liter. Sedang solar yang awalnya Rp5.500 per liter menjadi Rp4.800 per liter.
Sebelumnya, pemerintahan SBY telah menaikkan harga BBM sebanyak tiga kali. Dua kali di tahun 2005 dan satu kali ditahun 2008. Segenap rakyat Indonesia pun terkena imbasnya. Daya beli masyarakat menurun dan banyak di antaranya yang jatuh dalam kubangan kemiskinan.
Fase awal kepemimpinan SBY penuh dengan liku. SBY harus membenahi dua ‘pekerjaan rumah’ sekaligus. SBY harus membenahi ekonomi Indonesia sehabis dipimpin Megawati. Sisanya, Indonesia kepemimpinan SBY mulai diuji dengan kenaikan harga minyak dunia.
Satu-satunya cara untuk dapat keluar dari fase terberat hanya dengan menaikkan BBM. Sebab, Indonesia takkan kuat memberikan subsidi jika tak menaikkan harga BBM. Alhasil, BBM pun dinaikkan dua kali pada tahun 2005.
Kenaikkan awalnya berkisar pada harga bensin yang semulai Rp1.550 per liter menjadi Rp2.400 per liter. Kenaikkan kedua pun begitu berasa. Harga Bensin yang awal Rp2.400 per liter naik jadi Rp4.500 per liter. Kenaikan itu membuat kehidupan masyarakat semakin sulit.
Daya beli masyarakat semakin berkurang. Apalagi kenaikan BBM memicu kenaikan harga barang lainnya. Dari barang kebutuhan rumah tangga hingga elektronik. Mereka yang kaya dan sangat kaya saja yang tak terdampak kenaikan harga BBM. Sedang rakyat kecil tak mampu berbuat banyak.
“Kenaikan harga BBM memang tak terhindarkan, sudah jadi keniscayaan. Selama ini harga jual BBM yang dibeli masyarakat bukanlah harga sebenarnya, karena sebagian ditanggung oleh pemerintah dengan memberikan subsidi. Ketika harga minyak dunia naik, seperti sekarang, subsidi pun membengkak. Anggaran untuk subsidi ini? Tahun ini diperkirakan Rp53,4 triliun? Jadi beban yang terlalu berat bagi negara.”
“Menghentikan subsidi untuk BBM berarti negara berhenti membantu ‘membayar’ sebagian harga BBM yang dipakai umum. Beban harga BBM bergeser kembali jadi tanggungarn masyarakat yang membelinya. Siapa membeli, harus membayar sendiri. Harga jual BBM pun jadi naik, bukan untuk menambah keuntungan Pertamina sebagai penjual, melainkan akibat subsidi yang berkurang,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo, Dilema SBY (2005).
Belum habis kesedihan karena kenaikan harga BBM, tiga tahun setelahnya, atau pada 2008 pemerintah ikut menaikkan BBM kembali. Harga bensin yang awalnya Rp4.500 per liter jadi Rp6.000 per liter.
Segenap rakyat Indonesia makin sengsara. Pemerintah Indonesia pun sebenarnya telah mengeluarkan ajian. mereka mencoba memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun, bantuan itu sedari tahun 2005, tak pernah mencukupi, salah sasaran pula.
Pemerintah Indonesia tak menyerah. Harga minyak yang mulai menurun dimanfaatkan pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Presiden SBY pun akhirnya menurunkan harga BBM secara resmi dua kali. Pada 1 Desember 2008 dan 15 Desember 2008.
“Penurunan harga BBM dilakukan dua kali selama satu bulan. Penurunan harga BBM pertama dilakukan pada 1 Desember 2008. Harga bensin dari Rp6.000 menjadi Rp5.500 per liternya. Dua minggu kemudian, tepatnya 15 Desember 2008 harga BBM kembali diturunkan.”
“Harga bensin menjadi Rp 5.000 per liter dan solar menjadi Rp 4.800 per liter. Tentu saja rakyat menjadi sedikit terhibur dengan turunnya harga BBM tersebut. Pada 15 Januari 2009 harga BBM pun diturunkan kembali. Harga bensin dan solar turun menjadi Rp 4.500 per liternya,” jelas Garda Maeswara dalam buku Biografi Politik: Susilo Bambang Yudhoyono (2009).