Societeit De Harmonie dan Gemerlap Eksklusivitas Sosialita Zaman Belanda
Gedung Societeit de Harmonie (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Tahun 1815, Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1811-1815, Thomas Stamford Rafless meresmikan sebuah gedung bersejarah di sudut Jalan Veteran dan Majapahit, Jakarta Pusat: Societeit de Harmonie. Gedung itu dikenal sebagai tempat para sosialita zaman itu kongko.

Peresmian dilakukan secara simbolis dengan membuang kunci pintu gedung ke Sungai Ciliwung. Maknanya dalam, membawa harapan Societeit de Harmonie tak akan pernah tutup. Sejarawan JJ Rizal mengatakan, Societeit de Harmonie berdiri cukup langgeng. Dirintis Belanda dan diteruskan hingga masa penguasaan Inggris.

JJ Rizal juga menjelaskan, pada masa itu, Societeit de Harmonie merupakan klub eksklusif di mana tak sembarang orang dapat memasukinya. "Orang-orang kulit putih saja yang boleh masuk, itu pun berbasis pengusaha ataupun pejabat. Baru, setelahnya dapat akses oleh pribumi yang memiliki status sebagai seorang priayi,” kata JJ Rizal dihubungi VOI, beberapa waktu lalu.

Di dalam gedung berkapasitas dua ribu orang itu, para pengunjung biasa bermain biliar, kartu, hingga berpesta minuman, pesta topeng, hingga yang paling digemari: pesta dansa. Dikisahkan, pesta dansa kala itu digelar setiap malam Minggu dengan ratusan perempuan cantik yang siap diajak melantai.

Anggota klub eksklusif Societeit de Harmonie (Sumber: Commons Wikimedia)

Jurnalis senior, Alwi Shahab menceritakan meriahnya malam-malam di Societeit de Harmoni dalam tulisan berjudul Dansa-Dansi di Gedung Harmoni Zaman Kompeni. “Di Harmoni tempo doeloe, masyarakat tingkat atas sering berdansa di lantai pualam diterangi oleh lampu kristal yang gemerlapan dan menikmati makan tengah malam sambil minum anggur di bawah sinar bulan di teras yang ditanami bunga-bunga,” tulisnya.

Pemandangan serupaa diabadikan seorang serdadu Belanda, H.C.C. Clockener Brousson dalam buku berjudul Batavia Awal Abad 20. Dalam buku yang berisi cerita pelesirannya, Brousson menulis: Kami melihat juga Societeit de Harmonie yang terkenal. Bangunan itu mirip dengan gedung pertunjukkan yang dibangun Gubernur Jenderal Daendels. Ini dapat dikatakan klub terbagus di antara Tokyo dan Bombay. Tapi kami hanya dapat melihatnya dari luar saja.

Tak sampai situ. Brousson melanjutkan kisahnya: Sebuah taman kecil dengan kursi menghiasi gedung Societeit yang tidak terlalu tinggi dan berada di pinggir jalan itu. Di depan gedung itu tampak pria berseragam putih angkatan laut sedang duduk dekat Balustrade sambil bercakap-cakap dengan penuh kegembiraan. 

Gedung Societeit de Harmonie (Sumber: Commons Wikimedia)

Brousson menggambarkan ketakjuban pada magisnya suasana dari bangunan paling menawan di Batavia, Harmonie. Brousson pun mengorek informasi pada kondektur Trem terkait aktivitas di Harmonie. Menurut sang kondektur, para anggota Societeit adalah pengusaha dan pejabat. Biasanya, pada Minggu malam sekitar pukul 19.00 hingga 20.30 WIB, para pengunjung disuguhkan sajian musik yang dimainkan kelompok militer.

Gedung Societeit de Harmonie juga dikenal sebagai tempat adu gengsi pakaian mahal dan kemewahan yang dimiliki. Aksi pamer itu bahkan menjalar ke kebiasaan menyapa antaranggota. Penulis berkebangsaan Amerika Serikat, William A Hanna, dalam buku Hikayat di Jakarta, mengisahkan, alih-alih menyebut nama, para anggota saling sapa dengan menyebut jumlah gaji dalam satu tahun.

"Meneer 50 ribu gulden dengan merendah mengalah terhadap Meneer 100 ribu gulden," tutur William A Hanna.

Tinggal kenangan

Sayangnya, setelah penyerahan kedaulatan Indonesia, Societeit de Harmonie terlupakan. Tempat yang dulunya menjadi tempat bersenang-senang para kaum elite Eropa --bahkan para gubernur jenderal-- tak lagi bergaung seheboh di masa lampau. Pesta dansa yang digelar tak lagi mampu menyamai kemeriahan masa lalunya. Akhirnya, di tahun 1970-an, Societeit de Harmonie ditutup. Pada tahun 1985, bangunan Societeit de Harmonie pun dirobohkan. 

Societeit de Harmonie jadi salah satu bangunan yang hancur sebagai tumbal revolusi, bersamaan dengan bangunan lain seperti Hotel Des Indes, Bioskop Capitol, Rumah Tua China, serta beberapa pasar tua di Jakarta.

Kenangan akan Societeit de Harmonie terus meredup. Jika ada perkara yang mampu membangkitkannya, paling-paling berbentuk cerita dan foto tua yang berseliweran. Ada penyesalan yang tersirat dalam raut wajah wilayah Harmoni hari ini. 

Barangkali kita lupa apa yang dikatakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles: Jangan pernah sekali-kali menghancurkan apa yang kau tak bisa bangun kembali.