JAKARTA - Hari ini, 16 Oktober lebih dari satu abad lalu atau pada 1905, Sarekat Dagang Islam yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI) berdiri. SI mulanya dibentuk untuk melawan persaingan dagang dengan China. Perannya meluas setelah dipimpin H.O.S Cokroaminoto. SI menjadi salah satu gerakan bumi putera pertama yang membangkitkan kesadaran nasional untuk melawan kolonialisme Belanda.
SI pertama kali didirikan oleh saudagar Muslim kaya asal Surakarta, Haji Samanhudi. Sejak awal berdiri, mengutip situs resminya, SI punya tiga prinsip utama. Pertama berdasarkan asas agama Islam, kedua kerakyatan, dan ketiga ekonomi.
Latar belakang asas ekonomi menjadi salah satu prioritas karena pada masa itu Belanda memberikan fasilitas dan monopoli perdagangan kepada orang China. Mereka mempunyai kedudukan sebagai warga negara kelas dua atau yang dikenal dengan istilah Vreemde Oorterlingen (golongan timur asing).
"Fasilitas dan monopoli yang diterima orang-orang China tidak didapatkan para pedagang Bumiputra. Akibatnya penguasaha-pengusaha bumi putra tidak mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha Cina," tertulis.
Melihat realitas tersebut, Samanhudi dan Cokroaminoto tergerak untuk menghadapi monopoli pedagang China. Mereka merasa seluruh potensi nasional khususnya orang Islam harus dikerahkan untuk mempertahankan hak dan martabat bangsa Indonesia.
Pada tahun 1912 sempat terjadi perdebatan antara Haji Samanhudi dan Tjokroaminoto mengenai langkah selanjutnya dari SI. Namun setelah itu Samanhudi yang lebih disibukkan dengan kegiatan perdagangan kemudian menyerahkan tampuk pimpinan kepada Cokroaminoto.
Sejak saat itulah cakupan SI meluas. Cokroaminoto melihat ruang lingkup organisasi ini terlalu sempit. Oleh karenanya ia bertekad untuk merangkul seluruh kaum Bumiputra Hindia Belanda dengan tujuan menentang praktik kolonialisme Belanda, yang berlandaskan semangat Pan-Islamisme.
Meluas
Sejak Sarekat Islam disahkan oleh notaris, organisasi ini terus berkembang dengan pesat. Sarekat Islam telah bekerjasama dengan Muhammadiyah sejak 1913. Kedua organisasi ini bergerak diranah yang berbeda. Muhammadiyah berjalan di wilayah sosial-religius sedangkan SI berjuang lewat jalur politik.
Pada 1919, SI mengklaim berhasil menggalang dua juta anggota. Menurut Dosen Sejarah Universitas Negeri Jakarta, Yasmin, dalam tulisannya Sarikat Islam dalam Pergerakan Nasional Indonesia menjelaskan Sarekat Islam yang tidak terkesan elite menjadi faktor mengapa begitu mudah diterima oleh masyarakat.
Dalam kongres Sarekat Islam pertama yang diadakan pada Januari 1913 di Surabaya, Sarekat Islam dinyatakan bukan partai politik. Selain itu diputuskan pula bahwa Sarekat Islam terbuka untuk bangsa Indonesia saat kongres di Solo. Bahkan Sarekat Islam melakuan pembatasan terhadap masuknya pegawai negeri sebagai anggota.
Berdirinya Sarekat islam juga memiliki tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Jangka pendeknya adalah ingin membina kerjasama antar sesama anggota, tolong menolong, menciptakan kerukunan antara sesama muslim, menciptakan usaha yang halal yang tidak bertentangan dengan aturan pemerintah, menciptakan kehidupan makmur dan sejahtera kepada rakyat demi kebesaran negeri.
Sementara jangka panjangnya, islamisasi yang semakin mantap bagi masyarakat Indonesia. Untuk meraih tujuan ini, kemerdekaan Indonesia merupakan sesatu yang mutlak. "Tak boleh tidak kita kaum muslimin mesti mempunyai kemerdekaan umat atau kemerdekaan berbangsa (national virjheid ) dan mesti berkuasa atas negeri tumpah dara kita sendri," kata Cokroaminoto.
BACA JUGA:
Pesatnya perkembangan SI sempat membuat Belanda gentar. Para anggotanya tak luput dari pengawasan pemerintah kolonial. Organisasi ini juga sempat dicekal dan dibekukan oleh Residen Surakarta.
Akhirnya pada 26 Agustus 1912 pembekuan itu dicabut, dengan syarat harus mengubah Anggaran Dasar. SI terus berdiri sampai saat ini.