JAKARTA – Sejarah hari ini, 99 tahun yang lalu, 15 Mei 1923, trem listrik di Surabaya resmi beroperasi. Beroperasinya trem listrik dianggap sebagai langkah revolusioner. Kehadirannya pun begitu dinantikan penduduk Surabaya. Apalagi trem listrik digadang-gadang akan menggantikan trem uap yang memiliki banyak masalah. Polusi udara, salah satunya.
Masalah trem uap di Surabaya tak jauh berbeda dengan Batavia. Malahan trem uap di Jakarta sering memakan korban. Karenanya, kehadiran trem listrik disinyalir membawa harapan baru.
Bukan rahasia umum jika transportasi massal di Hindia-Belanda tak banyak. Mayoritas didominasi oleh kereta kuda. Itupun tak mampu membawa orang dalam jumlah yang cukup besar. Lagi pula masalah sulitnya transportasi tak cuma menjadi “monopoli” kawasan terpencil Belanda. Pusat pemerintahan Belanda di Batavia turut merasakannya.
Pemerintah Hindia-Belanda pun menyaksikan sendiri masalah itu. Daya dan upaya dilakukan Empunya pemerintahan terbuka dengan segala macam usul warganya. Kebetulan, salah satu usul yang tengah ditampung adalah pembangunan trem kuda. Belanda langsung tancap gas merealisasikan ide tersebut.
Akhirnya trem kuda resmi hadir di Batavia pada 20 April 1869. Rakyat Batavia banyak terbantu. Namun, belakangan trem kuda banyak membawa masalah. Kematian kuda yang tinggi dan kotorannya mulai mencemari lingkungan Batavia.
Pemerintah mulai bersiasat mengganti trem kuda dengan trem uap. Pemerintah menunjuk Nederlandsch-Indische Tramweg Maatchappij (NITM) sebagai pemegang konsesi. Masalah baru pun muncul. Trem uap dianggap malaikat kematian bagi pejalan kaki. Bahkan, pernah ada dalam satu hari trem uap menelan korban tiap empat jam sekali.
“Kehadiran trem uap awalnya disambut hangat. Trem uap dianggap alat angkutan umum modern, yang diharapkan memberi kenyamanan. Tenyata popularitasnya tidak berlangsung lama. Keluhan bermunculan. Katanya, kendaraan itu terlalu ingar-bingar, mengganggu ketenteraman dan ketertiban kota. Yang paling gawat kereta besi ini sering menimbulkan kecelakaan.”
“Ia pernah dijuluki: pembunuh terbesar yang berkeliaran di Kota Betawi. Soalnya, suatu saat pernah ia menelan korban selang empat jam sekali. Orang Betawi yang senang bergurau lantas memakai inisial NITM untuk berolok-oloknya: Naik Ini Tentu Mati,” tertulis dalam buku Ketoprak Betawi (2000).
Masalah yang sama juga terjadi dengan trem uap yang dibangun di Surabaya. Trem uap membuat udara di Surabaya menjadi tak sehat. Pemerintah Hindia-Belanda tak mau keadaan itu terus berlangsung. Demi menyelamatkan warganya, Belanda mencabut lijn (lintasan) yang melewati pemukiman orang Eropa. Nyatanya, hal tak menyelesaikan masalah.
Timbulan ide untuk membangun trem yang baru. Akan tetapi, dengan teknologi teranyar: listrik. Pembangunan itu mendapatkan sambutan yang besar dari segenap warga Surabaya. Trem listrik dianggapnya sebagai kemenangan atas ruang dan waktu.
“Konsesi pembangunan trem listrik yang diperoleh Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS) tahun 1911 menjadi kesempatan untuk memperbaiki masalah. Transportasi dalam kota. Tanggal 15 Mei 1923 trem lsitrik mulai dioperasikan di Surabaya. Jalur pertama yang dibangun adalah Wonokromo-Ujung.”
“Pengoperasian trem diharapkan menyelesaikan masalah lalu lintas di Surabaya. Trem uap tetap digunakan walaupun sudah ada trem listrik tetapi tidak melewati jalur pemukiman Eropa,” tutup Prita Ayu Kusumawardhani dalam buku Kereta Api di Surabaya 1910-1930 (2017).
Itulah catatan sejarah hari ini, 15 Mei 1923, yaitu pengoperasian trem listrik di Surabaya.