JAKARTA – Rasa bosan adalah situasi emosional yang tidak menyenangkan. Ketika mengalami perasaan tersebut, waktu terasa melambat hingga merasa terdorong melakukan sesuatu untuk mengisi waktu.
Arthur Schopenhauer dalam esainya On the Vanity of Existence, dilansir The British Psychological Society, Senin, 25 Oktober, menuliskan bahwa kebosanan adalah pengingat akan ketidakbermaknaan keberadaan manusia. Keraguan eksistensial ini kerap dirasakan masing-masing orang.
Bahkan rasa bosan menurut psikologi adalah musuh dari keinginan dan menumbuhkan ketidakmampuan ataupun ketidakpuasan tentang satu hal. Profesor John Eastwood dan rekannya di York University mendefinisikan tentang kebosanan. Kebosanan terjadi ketika kita tidak mampu melibatkan perhatian kita dengan informasi dari pikiran serta rangsangan dari lingkungan.
Fakta orang yang mudah bosan, menurut penelitian Eastwood, para siswa yang merasa bosan akan lebih fokus secara eksternal dan melaporkan kesulitan mengidentifikasi emosi mereka. Dampak negatif bosan antara lain membuat kita terjerembap dalam rasa tak berguna, tak bermakna, dan mati gaya.
Tetapi, sejumlah ahli termasuk Eastwood menelusuri lebih jauh mengenai dampak dari rasa bosan. Tidak hanya negatif, rasa bosan bisa jadi katalisator bagi seseorang yang mau mengejar dan melepaskan diri dari kerangkeng kebosanan.
Positifnya, kebosanan bisa meningkatkan beberapa aspek dalam diri, termasuk berikut di bawah ini.
1. Meningkatkan kesehatan mental
Mungkin Anda bertanya-tanya, kondisi krisis eksistensial kok bisa meningkatkan kesehatan mental. Mengutip tulisan Zachary Wojtowicz dan rekan dilansir Psychology Today, kekayaan informasi di era informasi berarti ada kelangkaan perhatian. Perhatian hanya fokus pada kegiatan produktif sehingga istirahat kerap tak cukup didapatkan.
Pada intinya, dengan rasa bosan terhadap keriuhan informasi membuat seseorang jadi istirahat. Yang mulanya kebanyakan beban, kita jadi lebih rileks dengan mengambil jarak dari media sosial karena didorong rasa bosan.
2. Meningkatkan kreativitas
Kebosanan bisa memberi kesempatan kita untuk mengisi waktu dengan berpikir dan lebih reflektif. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan tahun 2018 oleh Mann Sandi menuliskan, orang dipaksa melakukan tugas yang membosankan. Mengerjakan tugas-tugas yang membosankan mendorong pikiran mereka mengembara, arahnya pada cara berpikir kreatif.
Menurut penelitian ini, kegiatan duniawi sebagai rangsangan eksternal untuk mengaktifkan daya imajinasi dan berpikir dengan cara berbeda.
3. Memotivasi pencarian hal baru
Rasa ingin tahu tidak akan terpicu tanpa hadirnya rasa bosan. Penelitian berjudul On the Function of Boredom oleh Bench dan Lench tahun 2013 melaporkan bahwa mencari kebaruan menyiratkan ketidakpuasan dengan status quo dan kesediaan menantang gagasan serta praktik yang sudah mapan.
BACA JUGA:
4. Memotivasi mengejar tujuan baru
Dalam jurnal psikologi studi yang dilakukan oleh Elpidorou tahun 2014, kebosanan adalah sinyal emosional bahwa kita tidak melakukan apa yang ingin kita lakukan. Bosan berarti bahwa kita sedang tidak terlibat dalam sebuah situasi, baik menganggapnya tidak menantang atau tidak sesuai dengan yang kita harapkan.
Dengan begitu kebosanan mendorong kita untuk beralih ke tujuan atau proyek yang lebih memuaskan daripada yang sedang dilakukan saat ini.
5. Memengaruhi kemampuan menjaga fokus
Minat dalam melakukan aktivitas memudar? Ini bisa memengaruhi kemampuan untuk fokus dan perhatian. Kebosanan juga dekat dengan pelepasan diri dan kinerja yang buruk. Seseorang bisa merasakan bosan ketika kurang daya kognitif untuk fokus.
Maka dari itu, belajar menahan kebosanan atau mengembalikan fokus serta perhatian akan bagus untuk mengembangkan keterampilan pengendalian diri.
Nah, karena kebosanan itu tidak menyenangkan, bagaimana cara Anda mengembalikan motivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas agar sesuai dengan yang diharapkan?