Kisah Permerkosaan Sum Kuning Difilmkan Menjadi <i>Perawan Desa</i>, 3 Kali Ganti Judul dan Dilarang Tayang di Jogja
Film Perawan Desa (Foto: YT Sinema Nostalgia)

Bagikan:

JAKARTA - Abainya Polri terhadap kejahatan seksual yang menimpa wanita penjual telur bernama Sumaridjen atau Sum Kuning pada tahun 1970 menjadi preseden buruk terhadap kinerja polisi sepanjang masa. Kasus ini kembali mencuat setelah viral Polisi Menghentikan Penyelidikan Ayah yang Memperkosa Tiga Anaknya. Sum Kuning dirasa memiliki kesamaan kisah. 

Sum Kuning membawa rasa ngilu dan pilu. Dia diperkosa ramai-ramai setelah dibius dan ciculik. Setelah itu dia harus dirawat di rumah sakit selama empat hari.

Pihak Kepolisian Yogyakarta bukannya membantu tapi malah memainkan drama “Maling teriak maling.” Sum sebagai korban tak saja diletakkan di kursi pesakitan tapi mulai digiring jadi tersangka.

Sum dituduh telah menyebarkan berita bohong. Selepas dari rumah sakit Sum ditahan. Ruang geraknya dibatasi. Bahkan polisi mengancam Sum akan disetrum kalau ia tak mengakui versi lain dari ceritanya.

Sum dipojokkan sebagai “maling teriak maling.” Ia juga dituduh simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Publik sadar tuduhan keji itu hanya untuk menyelamatkan pemerkosa yang konon anak penggede di Yogyakarta. Kapolri Hoegeng Imam Santoso berang. Tapi Soeharto sebaliknya.

Sepuluh tahun setelah kejadian itu, peristirwa Sum Kuning diadaptasi dalam film Perawan Desa. Film merupakan "rekonstruksi" peristiwa nyata pemerkosaan Sum Kuning, meski niat utamanya adalah menyampaikan masalah keadilan dan pengadilan di Indonesia yang kurang diperoleh rakyat kecil.

Dalam film ini, tokoh utamanya, Sumirah diperkosa empat berandal. Dalam pemeriksaan polisi, kejadiannya malah terbalik. Karena paksaan, Sum mengaku mencari popularitas. Di pengadilan sedikit demi sedikit fakta sebenarnya diungkap. Sebuah film pengadilan terbaik yang pernah dibuat, berkat dialog yang bernas dan hidup.

Dikutip dari Filmindonsia, ini awalnya diberi judul Balada Sum Kuning. Karena protes dari beberapa pihak di Yogya, tempat kasus itu terjadi, kemudian judulnya diubah menjadi Balada Sumirah, dan terakhir menjadi Perawan Desa. Dalam surat izin produksi berjudul "Balada Sumirah."

Kasus perkosaan itu sendiri pernah sangat menghebohkan, karena laporan investigasi wartawan Pelopor, Slamet Djabarudi, yang menggugat penjelasan-penjelasan resmi kepolisian. Sum Kuning kemudian dibebaskan dari tahanan, dan para pemerkosa diadili. Film ini juga dilarang beredar di Yogya di mana kasus Sum Kuning terjadi.