3 Kondisi Psikologis yang Memengaruhi Kulit Menurut Studi Psikodermatologi
Ilustrasi kondisi psikologis yang memengaruhi kulit (Freepik/cookie_studio)

Bagikan:

JAKARTA – Merawat kulit ternyata tidak hanya rutin membersihkan dan memakai produk yang pas dengan karakter setiap kulit. Faktanya, antara kondisi psikologis dan kulit berkaitan. Studi yang meneliti kaitan kedua hal tersebut adalah psikodermatologi.

Dilansir Psychology Today, studi psikodermatologi merupakan bidang yang mencakup hubungan kulit dan otak. Manakah yang jadi penyebab utama, kondisi mental atau psikologis atau kulit?

Dermatologis dengan spesialisasinya menelusuri bagaimana kelainan kulit memengaruhi kesehatan mental dan sebaliknya. Dokter kulit bekerja sama dengan praktisi kesehatan jiwa atau psikiatri atau psikolog klinis ketika menangani dematosis psikosomatik kompleks.

Di antara pasien yang mengalami masalah kulit kronis, prevalensi gangguan kejiwaan mencapai 30 hingga 40 persen. Stres dan kecemasan dilaporkan dialami 44 persen pasien sebelum kambuh psoriasis awal. Kekambuhan berulang dialami ketika mengalami stres dialami 80 persen individu.

Lebih mengejutkan lagi, prevalensi pasien gangguan mental lebih besar mengalami masalah kulit daripada gangguan otak, kanker, dan masalah jantung.

Dalam artikelnya, Deana Goldin, Ph.D., DNP, APRN, profesor di Florida International University, menyimpulkan merawat pikiran itu juga sama dengan merawat kulit. Goldin mendaftar tanda-tanda yang mengindikasikan keterkaitan antara kondisi kulit dan kesehatan mental.

Kondisi kulit dapat memengaruhi gejala psikologis atau sosial

Gangguan kulit karena kosmetik, seperti vitiligo, breakout, psoriasis, dapat menimbulkan rasa malu, cemas, depresi, dan harga diri menurun. Meskipun kondisi kulit tersebut tidak mengancam jiwa, tetapi masalah yang dialami kulit dapat mengganggu kesejahteraan.

Bahkan orang-orang yang mengalaminya bisa merasa minder dan susah mendapatkan pekerjaan.

Kondisi kejiwaan yang parah juga memicu masalah kulit

Mulai dari kerontokan rambut, dermatitis artefacta, dan delusi parasitosis merupakan gejala dari mengalami gangguan kejiwaan. Soalnya seseorang akan menganggap dirinya dipenuhi parasit pada kondisi delusi parasitosis.

Banyak pasien yang belum menyadari, selain membutuhkan konsultasi pada dermatologis, dibutuhkan juga konsultasi psikiatri.

Kondisi kulit dipengaruhi faktor emosional

Banyak kondisi kulit seperti jerawat, rambut rontok, psoriasis, gatal-gatal, rosacea, eksim, virus herpes simpleks, dan berkeringat banyak bisa diperburuk oleh stress dan faktor emosional, misalnya karena kehilangan pekerjaan, stres karena pekerjaan, dan kehilangan.

Goldin merekomendasikan apabila gejala fisiologis setelah dievaluasi dipicu oleh kondisi psikologis, maka perlu perawatan dengan pendekatan multidisiplin. Pengobatan dan caranya mengatasi bisa bervariasi, tergantung pada riwayat pasien dan faktor lain yang berhubungan.