Review Film Pemenang Oscar 2021 <i>Nomadland</i>, Menertawakan Ironi di Tanah Amerika
Film Nomadland (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Film pemenang Oscar Nomadland karya Zhao sudah tayang di Disney+ pekan lalu. Film ini juga bakal tayang di bioskop tanggal 17 Mei mendatang. 

Film yang diadaptasi dari buku memoar Jessica Bruder "Nomadland: Surviving America in the Twenty-First Century" ini mengisahkan tentang sosok Fern, seorang wanita berusia enam puluhan yang telah kehilangan segalanya setelah krisis keuangan melanda Empire, sebuah kota fiksi di Nevada, Amerika Serikat di tahun 2008.

"Aku bukan gelandangan, aku cuma... tidak punya rumah. Itu tidak sama, bukan?" demikian kata Fern (Frances McDormand) kepada salah seorang kenalannya dalam film Nomadland, dikutip dari ANTARA.

Selarik dialog yang terucap sederhana, namun menohok. Mungkin gara-gara sebaris kalimat itulah film besutan penulis naskah sekaligus sutradara Chloe Zhao akhirnya tembus Oscar 2021.

Sebuah kalimat tanpa penghakiman atas pilihan hidup seseorang yang memilih memeluk erat kenangan ketimbang menyerah kepada kebebasan yang memilukan.

Sebagai film yang tayang di kala pandemi COVID-19, memang agak ironis menyaksikan perjalanan wanita tua berkelana bebas dengan van-nya. Nostalgia dan kerinduan berada di luar sana campur aduk saat menonton Nomadland.

Meski dipandang sebagai orang yang hidup diliputi kesusahan, nyatanya dalam penggambaran Zhao, Fern dan orang-orang di komunitas nomad adalah orang-orang yang menjalani hari seperti biasa dan bahkan menemukan satu atau dua kesenangan dalam sehari.

Mereka saling berbagi kisah, bertukar canda dan saling perhatian saat ada yg sakit atau bahkan meninggal dunia.

Zhao mengajak pemirsa melihat pandangan para nomad tentang kehidupan, bagaimana mereka beradaptasi melalui kebutuhan untuk menghadapi hampir setiap tantangan. Ada juga subplot romantis antara Fern dan Dave (David Strathairn), yang memberikan kesempatan bagi Fern untuk melupakan masa lalunya.

Dari awal kisah film, Zhao sudah menjungkir balikkan hati pemirsa membangun cerita agar kita berharap supaya Fern menemukan kebahagiaan. Awalnya hidup terasa suram bagi Fern tetapi baik McDormand maupun Zhao tidak mengizinkan kita untuk merasa kasihan pada sosok Fern.

Fern kemudian secara bertahap mulai bergerak lebih jauh ke dalam komunitas nomad, berteman dengan orang-orang yang dia temui di jalan. Namun, masa lalu yang menyakitkan membuat Fern enggan merangkul masa depan apa pun, termasuk kemapanan dan cinta.

Frances McDormand bukan sosok asing di panggung Oscar. Setidaknya dia sudah enam kali masuk nominasi Oscar, dan tiga kali membawa piala Oscar pulang atas karyanya sebagai aktris. Pada 1997, ia pertama kali meraih Oscar sebagai Aktris Terbaik lewat film "Fargo". Aktris berusia 63 tahun tersebut lalu mengulangi kemenangannya pada 2018 lewat film "Three Billboards Outside Ebbing, Missouri".

Lewat Nomadland, McDormand tampil sangat meyakinkan sebagai Fern sang nomad, dia berhasil menyembunyikan karakternya sebagai aktris papan atas yang sangat kompleks dengan sikap Fern yang sederhana. Fern yang hanya tahu mencintai suaminya.

Fern mengalami banyak hal, membentuk cangkang keras agar tidak pernah disakiti oleh dunia lagi. Meskipun demikian, tidak ada kejanggalan atau gengsi baginya. Saat dia duduk di kamp dan mengerjakan mobil van kesayangannya bernama Vanguard, dia bisa menjadi siapa saja, dan itulah intinya.

Yang menarik di Nomadland adalah penampilan dua tokoh luar biasa yang sebenarnya mereka adalah sosok nomad sungguhan yakni Charlene Swankie, seorang pengendara kayak yang bersiap untuk menjemput ajal serta ada Linda May, seorang pensiunan yang berbicara dengan kuat tentang bagaimana dia sempat berpikir untuk bunuh diri, sebelum menemukan kekuatan untuk melanjutkan hidup.

Nomadland adalah kisah yang lucu, sedih, dan mengejutkan bagi kita yang yang selalu menganggap Amerika adalah tanah di mana segala mimpi mungkin diraih.

Gambar-gambar yang disajikan Zhao di film sangatlah indah, langit yang luas dan pemandangannya tak terlupakan. Keindahan lanskap yang dilewati Fern dengan van bobroknya seolah-olah menambah keteguhan hati pada keterpaksaannya untuk terus bergerak.

Di sini, Zhao menunjukkan kepada kita kerugian manusia yang ditimbulkan oleh segelintir orang kaya, dan kekuatan yang diperlukan untuk terus berjalan. "Apa yang dikenang, akan terus hidup."