Bagikan:

JAKARTA - Ahli aritmia dari Heartology, dr. Sunu Budhi Raharjo, menjelaskan, pulsed-field ablation (PFA) merupakan teknologi canggih yang menggunakan gelombang listrik pendek untuk menangani fibrilasi atrium (FA), jenis gangguan irama jantung yang paling umum di Indonesia.

Dalam pernyataannya di Jakarta pada Kamis, dr. Sunu menyebutkan, selain penyakit jantung koroner, aritmia juga menjadi salah satu penyebab utama penyakit jantung. Diperkirakan terdapat sekitar tiga juta penderita FA di Indonesia, dengan angka yang terus meningkat.

"Fibrilasi atrium adalah kondisi di mana serambi jantung (atrium) berdenyut sangat cepat dan tidak teratur. Normalnya, jantung berdetak sekitar 60-100 kali per menit saat kita beristirahat. Namun pada FA, denyut serambi jantung bisa melebihi 400 kali per menit, meningkatkan risiko penggumpalan darah dan gagal jantung," jelasnya.

Dr. Sunu menambahkan, penggumpalan darah yang terjadi akibat FA dapat menyebabkan stroke. Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kondisi ini. Selain itu, denyut jantung yang tidak teratur dapat meningkatkan risiko gagal jantung dan kematian.

Penanganan FA biasanya melibatkan pengobatan, kontrol faktor risiko, dan prosedur kateter ablasi. Pada pasien yang tidak merespons terapi obat, kateter ablasi menjadi pilihan untuk mencegah penurunan fungsi jantung, mengurangi risiko stroke, dan memperpanjang harapan hidup pasien.

Kateter ablasi merupakan prosedur non-bedah minimal invasif dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah di paha menuju jantung untuk mengidentifikasi dan menghancurkan sumber aritmia.

Menurut dr. Sunu, ablasi umumnya dilakukan dengan dua metode: thermal dan non-thermal. Ablasi thermal dapat menggunakan energi radiofrekuensi (panas) atau energi kriogenik (dingin) untuk menciptakan lesi pada jaringan.

"Sementara itu, ablasi non-thermal seperti pulsed-field ablation (PFA) kini banyak digunakan secara global. Teknologi ini bekerja melalui electroporation, yaitu pengiriman gelombang listrik pendek untuk membuka pori-pori membran sel, sehingga jaringan target dapat dihancurkan secara selektif tanpa merusak jaringan di sekitarnya," jelasnya, seperti dikutip ANTARA.

Lantaran sifatnya yang selektif, PFA menawarkan prosedur yang lebih cepat, efektif, dan aman bagi pasien.

Heartology Cardiovascular Hospital menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mengadopsi teknologi PFA untuk menangani FA. Prosedur ini dilakukan pada 28 Desember 2024 terhadap seorang pasien berusia 65 tahun asal Sumatera Barat yang telah lama mengalami FA.

"Pasien sebelumnya mengeluhkan gejala seperti jantung berdebar, dada tidak nyaman, dan mudah lelah. Setelah menjalani pengobatan di daerah asalnya tanpa hasil, ia dirujuk ke Heartology untuk mendapatkan solusi lebih lanjut," kata dr. Sunu.

Ia menambahkan bahwa teknologi PFA tidak hanya meningkatkan efektivitas pengobatan, tetapi juga memberikan kenyamanan dan keamanan lebih baik bagi pasien. "Dengan teknologi ini, kami berkomitmen untuk menghadirkan pengalaman perawatan yang lebih baik bagi setiap pasien," tutupnya.