Bagikan:

JAKARTA - Fenomena pasien yang mendekati ajal tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda perbaikan kondisi sering kali membingungkan bagi keluarga dan tenaga medis. Jika orang dicintai yang berada dalam perawatan rumah sakit tiba-tiba tampak membaik di akhir hidupnya, itu bukan sekadar imajinasi.

Dilansir VOI dari laman Daily Mail pada Kamis, 2 Januari 2025, Julie McFadden, seorang perawat layanan di California, Amerika Serikat mengungkapkan dalam sebuah video YouTube bahwa pasien yang menerima perawatan akhir hayat mungkin tampak membaik atau terlihat sembuh secara dramatis beberapa hari atau jam sebelum meninggal dunia.

McFadden menjelaskan fenomena ini disebut terminal lucidity. Fenomena ini merupakan kondisi di mana pasien yang sakit parah mengalami lonjakan energi, kejernihan mental, dan kewaspadaan secara tiba-tiba.

Saat mengalami terminal lucidity, pasien mungkin tampak memiliki ingatan dan fungsi kognitif yang lebih baik atau tiba-tiba mampu bangun dari tempat tidur. Mereka juga mungkin menunjukkan perubahan suasana hati yang lembut atau tampak lebih sadar.

Namun, hanya beberapa jam atau hari kemudian, pasien biasanya meninggal dunia. McFadden menyebut ini sebagai fenomena nomor satu yang sering dialami orang-orang di ambang kematian.

Sebanyak satu dari tiga orang yang sekarat di seluruh dunia mungkin mengalami terminal lucidity, yang juga dikenal sebagai 'the surge' atau 'the rally'.

Meskipun para ahli belum sepenuhnya memahami penyebab terminal lucidity, penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang yang sekarat mungkin mengalami lonjakan aktivitas otak atau pelepasan neurotransmiter terkait dengan stres. Hal ini memberikan dorongan energi terakhir.

Meski perbaikan mendadak ini tampak menggembirakan, McFadden memperingatkan bahwa hal itu bukan berarti pasien telah sembuh.

"Bagian yang sulit adalah menikmati momen itu saat terjadi, sambil mengetahui bahwa mereka kemungkinan besar akan meninggal segera setelahnya," ucap McFadden.

McFadden sering mendengar keluarga pasien menggambarkan terminal lucidity ini sebagai 'beberapa hari yang sangat baik', di mana pasien mungkin meminta makanan favorit mereka atau tampak lebih terlibat.

Fenomena ini biasanya berlangsung dari beberapa jam hingga satu atau dua hari. McFadden menceritakan neneknya sendiri kemungkinan mengalami terminal lucidity sebelum meninggal pada usia 91 tahun.

Di hari-hari terakhirnya, neneknya menolak makan atau minum dan lebih banyak tidur. Namun, pada satu titik, keluarganya menemukan dia duduk dan mencoba memakai sepatunya. Dia bahkan sempat makan satu kali. Lalu, keesokan harinya, neneknya dinyatakan meninggal dunia.

"Itu adalah contoh sempurna dari terminal lucidity," tuturnya.

Penyebab pasti terminal lucidity masih belum jelas. Namun, sebuah studi yang diterbitkan tahun lalu tentang aktivitas otak saat kematian menunjukkan bahwa otak yang sekarat kekurangan oksigen dan mungkin menghasilkan peningkatan aktivitas gelombang gamma.

Gelombang gamma adalah gelombang otak tercepat, yang terjadi ketika seseorang sangat waspada dan aktif memproses informasi sensorik.

Para ahli juga percaya bahwa otak melepaskan sejumlah besar neurotransmiter seperti serotonin sesaat sebelum kematian, yang dapat memperbaiki suasana hati.

"Belum ada bukti ilmiah atau studi yang menjelaskan secara pasti mengapa ini terjadi," kata McFadden.

Jika orang yang dicintai tampaknya mengalami terminal lucidity, McFadden mendorong keluarga dan para pengasuh untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.

"Cobalah untuk tetap hadir di saat itu bersama orang dicintai yang sedang mengalami hari yang sangat baik. Anggaplah itu sebagai berkah sejati, hampir seperti hadiah yang diberikan oleh orang yang dicintai," ungkap McFadden.