JAKARTA - Proses revitalisasi Istana Potala yang bersejarah kini tengah berlangsung dengan teknologi modern. Upaya ini menggunakan model tiga dimensi (3D) yang sangat detail, kompleksitas mural dapat ditampilkan hanya dalam satu klik.
Lebih dari 1.000 sensor yang tersebar di berbagai bagian istana terus memantau dan merekam data, menyediakan analisis serta interpretasi kondisi istana secara waktu nyata (real-time).
Istana Potala berdiri megah di puncak Gunung Marpori, atau "bukit merah" dalam bahasa Tibet, yang terletak di pusat kota Lhasa, ibu kota Daerah Otonomi Xizang, China barat daya. Istana ini merupakan salah satu warisan budaya paling berharga di wilayah tersebut, menyimpan lebih dari 100.000 artefak bersejarah.
Awalnya, Istana Potala didirikan pada abad ke-7 oleh Raja Tibet Songtsen Gampo dan kemudian diperluas oleh Dalai Lama kelima pada abad ke-17. Pada tahun 1994, istana ini secara resmi diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, dan tahun 2024 akan menjadi peringatan 30 tahun sejak pengakuan tersebut.
Seiring waktu, situs bersejarah ini menghadapi tantangan serius akibat faktor usia dan perubahan lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, para peneliti memanfaatkan teknologi canggih guna melestarikan warisan budaya yang tak ternilai ini bagi generasi masa depan.
Struktur unik Istana Potala, dengan perabotan internal yang beragam serta dinding trapezoid, menjadikan survei arsitektur ini cukup rumit, ungkap Thubten Tsering, seorang pejabat di pusat pemantauan Istana Potala.
“Untuk mengatasi kendala ini, tim kami menggunakan teknologi seperti fotografi drone, pemindaian laser 3D, dan rekonstruksi gambar multisudut untuk menciptakan model digital istana secara menyeluruh,” jelasnya, seperti dikutip Antara.
Model digital tersebut mencakup informasi rinci tentang berbagai elemen istana, termasuk patung Buddha, mural, lukisan Thangka, komponen kayu, hingga struktur dinding. “Dengan model digital ini, kami bisa memahami arsitektur dan artefak budaya istana lebih mendalam,” tambahnya.
Sebagai contoh, peneliti dapat mempelajari artefak budaya melalui gambar berdefinisi tinggi 360 derajat tanpa harus menyentuh objek fisiknya, sehingga risiko kerusakan dapat diminimalkan.
Mural-mural yang menghiasi istana memiliki tingkat kerumitan yang luar biasa. Beberapa mural bahkan memerlukan hingga 40–50 foto yang digabungkan menjadi satu gambar utuh.
“Proses digitalisasi ini memakan waktu hampir empat tahun. Selama periode tersebut, tim kami menggunakan kamera dengan berbagai resolusi piksel untuk menghasilkan gambar mural yang akurat dalam skala 1:1,” ungkap Tashi Tsering, pejabat dari Kantor Pengelolaan Istana Potala.
BACA JUGA:
Hingga kini, tim telah mengabadikan mural beresolusi tinggi yang mencakup area seluas hampir 2.500 meter persegi.
Struktur kompleks Istana Potala menghadapi risiko pelapukan jangka panjang dan perubahan geologis yang dapat memengaruhi stabilitasnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, lebih dari 1.000 sensor telah dipasang di berbagai bagian istana. Sensor ini mencakup pengukur retakan, pengukur kemiringan, sensor kelembapan tanah, dan sensor suhu udara.
“Sistem pemantauan ini bekerja selama 24 jam untuk melacak perubahan retakan, suhu lingkungan, kemiringan dinding, deformasi balok, hingga beban kerumunan. Data yang dihasilkan sangat penting dalam mengevaluasi stabilitas struktur kayu, dinding, serta fondasi istana,” tutur Thubten Tsering.
Setiap sensor dilengkapi kode QR yang berfungsi sebagai identitas unik. Dengan memindai kode ini, peneliti dapat mengakses data pemantauan baik historis maupun real-time.
Untuk mengurangi risiko kebakaran, koneksi kabel di istana telah digantikan oleh serat optik dan kemudian teknologi transmisi nirkabel. “Langkah ini memungkinkan kami mencatat perubahan struktural tanpa mengganggu integritas arsitektur istana,” tambahnya.