Bagikan:

JAKARTA - Sumber karbohidrat dalam menu Program Makan Bergizi Gratis untuk siswa sekolah tidak harus selalu nasi. Hal itu dikatakan ahli, Prof. Dr. dr. Rini Sekartini Sp. A(K), guru besar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

"Bisa diganti, boleh roti, boleh mie, boleh kentang, ubi...," kata Prof. Rini seperti dikutip Antara.

Prof. Rini mengatakan, makanan dengan kandungan karbohidrat setara nasi bisa menjadi pilihan dalam menyediakan sarapan atau makan siang gratis untuk siswa sekolah dalam Program Makan Bergizi Gratis yang akan dilaksanakan oleh pemerintah.

Takaran dan porsi sumber karbohidrat dalam menu makan siswa sekolah, menurut dia, dapat disesuaikan dengan rata-rata berat badan serta kebutuhan kalori harian anak.

Ia memberikan gambaran, kalau anak membutuhkan sekitar 1.500 kalori dalam sehari maka makanannya dalam sekali makan semestinya mengandung kurang lebih 400 kalori dari sumber karbohidrat dan protein serta tambahan kalori dari kudapan.

Prof. Rini mengingatkan sebaiknya tidak ada dua jenis sumber karbohidrat dalam satu porsi makanan.

"Jadi cukup satu. Kalau protein boleh lebih dari satu sumber, misalnya telur dan ayam itu boleh," katanya.

Kalau ada penambahan sumber karbohidrat berupa ubi atau kentang dalam sajian makanan, ia melanjutkan, maka sebaiknya ditakar jumlahnya dan dihitung sebagai pengganti sebagian nasi.

"Jumlahnya harus ditimbang, biasanya makan berapa sendok nasi itu berapa gram, berapa kalori," katanya.

Dia mengemukakan mengganti nasi dengan sumber karbohidrat yang lain bisa melatih anak untuk mengenali dan merasakan beragam makanan. Selain merancang pilihan dan takaran sumber karbohidrat, dalam menyiapkan menu makanan anak penyediaan sumber protein juga perlu diperhatikan.

Menurut Prof. Rini, anak usia dua tahun sampai remaja perlu mengonsumsi susu setidaknya 500 cc sehari.

Dia juga menyampaikan pentingnya memperhatikan pemenuhan kebutuhan gizi anak dalam penyediaan makanan guna menghindari masalah seperti obesitas, yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes, dan gangguan kesehatan yang lain.