YOGYAKARTA – Tantangan emosional yang sulit diekspresikan terkadang dihadapi seseorang. Orang yang mengalaminya melakukan perilaku tertentu, seperti menjambak rambut, menggigiti kuku, hingga mengeropek luka kering pada kulit. Melansir penjelasan psikolog klinis Marla Deibler, Psy.D., ABPP., terdapat dua perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengekspresikan emosi yang sulit, yaitu dengan melukai diri sendiri (self-harm) dan perilaku repetitif yang berfokus pada tubuh (body-focused repetitive behaviors/BFRB).
Kedua perilaku di atas, tampak sulit dipahami tetapi sangat penting untuk memperoleh dukungan yang tepat. Melukai diri sendiri atau self-harm mengacu pada tikdakan yang secara sengaja menyebabkan cedera fisik. Seperti memotong, membakar, atau memukul diri sendiri. Namun tujuan melukai diri sediri ini dilakukan mempergunakan sensasi fisik untuk mengatasi penderitaan emosional karena mereka merasa mati rasa secara emosional.
Perilaku self-harm biasanya berkembang sebagai cara untuk mengatasi perasaan tertekan, frustasi, atau bahkan mengkritik diri sendiri saat keterampilan mengatasi emosi tidak memadai. Penting dicatat, meski melukai diri sendiri bukan upaya bunuh diri, tetapi merupakan tanda rasa sakit emosional yang mandalam dan membutuhkan perhatian serta perawatan, dilansir Psychology Today.
Perilaku self-harm sering kali merupakan respons terhadap kesedihan, kemarahan, atau kecemasan yang intens. Bagi sebagian orang, hal ini memberikan kelegaan sementara. Sementara ada pula yang menganggap melukai diri sendiri merupakan bentuk hukuman atas rasa bersalah. Sedangkan perilaku BFRB, seperti menggigit kuku, menarik atau mencabut rambut, kulit, atau kuku sehingga menyebabkan kerusakan pada tubuh. Perilaku ini mungkin tampak mirip dengan self-harm, tetapi bedanya BFRB tidak untuk tujuan menimbulkan rasa sakit. BFRB cenderung berfungsi sebagai sarana pengaturan diri ketika keadaan internal yang tidak nyaman muncul. Keadaan internal mencakup pikiran, perasaan, sensasi tubuh.
BFRB meliputi trikotilomania (mencabut rambut), gangguan eksoriasi (mencabut kulit), menggigit kuku, menggigit bibir dan pipi. Perilaku ini pada akhirnya juga menyebabkan kerusakan dan luka. Beberapa kasus BFRB dilakukan untuk mendapatkan rasa puas atau menenangkan. Tetapi seringkali menyebabkan frustasi, rasa malu, atau penarikan diri dari kehidupan sosial karena efeknya. Misalnya karena rambut rontok, botak, dan kulit rusak.
BACA JUGA:
Psikolog Deibler menjelaskan perbedaan antara self-harm dan BFRB, yaitu berikut ini:
- Maksud: perilaku self-harm adalah tindakan disengaja dan bertujuan menimbulkan rasa sakit atau cedera fisik sebagai cara mengatasi tekanan emosional akut. Di sisi lain, BFRB adalah perilaku kebiasaan, terkadang dilakukan dengan sedikit atau tanpa kesadaran yang menimbulkan kerusakan fisik tanpa maksud melukai.
- Faktor emosional: perilaku self-harm biasanya didorong rasa sakit emosional yang intens, sering kali berfungsi sebagai sarana untuk mencapai pelepasan emosi atau untuk merasakan “sesuatu” saat mati rasa secara emosional. Meskipun BFRB juga dapat dikaitkan dengan emosi yang tidak nyaman, tujuannya lebih bervariasi dan kompleks yang sering kali berfungsi untuk berbagai pengaturan diri.
- Tujuan: perilaku self-harm biasanya tidak dikaitkan dengan keinginan atau upaya untuk menghentikan atau mengurangi perilaku (di luar kepatuhan terhadap pengobatan). Sebaliknya, meskipun mungkin ada beberapa ambivalensi tentang perubahan perilaku karena fungsi yang dilayani oleh perilaku tersebut, individu dengan BFRB tidak ingin terlibat dalam perilaku tersebut, termotivasi untuk berhenti terlibat dalam perilaku tersebut untuk membebaskan diri dari konsekuensi negatif yang dialami, dan telah melakukan upaya untuk melakukannya dengan berbagai tingkat keberhasilan.
Apabila mengalami perilaku self-harm ataupun BFRB, penting untuk mendapatkan bantuan profesional dari spesialis kesehatan mental untuk mengembangkan perilaku sehat, mendorong penyembuhan, dan meningkatkan kualitas hidup.