JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melantik 17 anggota Lembaga Sensor Film (LSF) periode 2024-2028 guna memperkuat kualitas ekosistem perfilman Indonesia pada Rabu, 28 Agustus.
LSF menegaskan bahwa hingga saat ini, para pembuat film telah memahami batasan-batasan tersebut dan berusaha untuk menciptakan karya yang terukur tanpa berlebihan dalam hal sadisme atau eksploitasi.
Di tengah maraknya isu terkait eksploitasi dalam film, termasuk eksploitasi tragedi, agama, dan praktik lainnya, Lembaga Sensor Film (LSF) menjelaskan kebijakan penyensoran film di negara demokratis saat ini menghormati kebebasan kreatif.
Wakil Ketua LSF periode 2024-2028 Noorca Marendra Massardi mengatakan tidak ada pembatasan yang diterapkan secara langsung pada film-film yang diproduksi.
“Ini di negara demokratis, penyensor film sangat menghormati kebebasan kreativitas, tidak ada pembatasan, kita tidak pernah lagi melakukan pemotongan, kami hanya menyampaikan rekomendasi apabila ada adegan-adegan tertentu yang kami nilai bertentangan dengan norma-norma,” kata Masardi usai serah terima jabatan anggota LSF baru di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Agustus.
Proses penyensoran tersebut hanya berupa rekomendasi kepada pemilik film, jika ada adegan-adegan tertentu yang dinilai bertentangan dengan norma-norma masyarakat.
Rekomendasi tersebut berupa permintaan agar adegan-adegan tersebut direvisi, tetapi revisi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemilik film.
BACA JUGA:
Dalam hal tema dan genre, setiap kreator, sinias, dan produser memiliki hak untuk memproduksi karya. Karya-karya dengan tema horor, agama, dan genre lainnya merupakan bagian dari variasi selera masyarakat yang wajar.
“Nah kalau tema-tema apapun, genre apapun, itu kan hak setiap kreator, sineas, produser untuk memproduksinya. Film-film tema horror, tema agama, kalau banyak peminatnya, saya kira itu sesuatu yang wajar, alamiah, sesuai dengan selera masyarakat juga,” ungkapnya.
Lebih jelas, menurutnya LSF hanya berfokus pada pengawasan agar tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan atau penyinggungan terhadap kelompok tertentu.