Bagikan:

YOGYAKARTA - Produk-produk fermentasi banyak dijual di pasaran dan diminati oleh sebagian orang. Buah dan sayuran menjadi bahan yang sering difermentasi. Cara pengolahan ini dinilai bisa meningkatkan manfaat yang sebelumnya sudah terdapat di buah dan sayuran. 

Fermentasi adalah prosedur pengawetan bahan makanan dan minuman yang dilakukan secara alami. Di samping ramainya produk fermentasi, banyak yang menanyakan apakah fermentasi itu halal? Proses fermentasi pada makanan maupun minuman dapat menghasilkan kandungan alkohol.

Dalam proses fermentasi, mikroorganisme seperti ragi dan bakteri mengubah kandungan karbohidrat seperti gula dan pati menjadi asam atau alkohol. Mengingat adanya alkohol, lantas bagaimana hukum mengonsumsi makanan dan minuman yang difermentasi menurut agama?

Hukum Makanan dan Minuman yang Difermentasi 

Banyak umat muslim yang pikir-pikir ketika akan mengonsumsi makanan dan minuman fermentasi lantaran didalamnya terdapat alkohol. Namun tidak semua produk yang difermentasi ini menimbulkan efek yang memabukkan. 

Jika mengacu dari Al-Quran, disebutkan bahwa ‘khamr’ atau sesuatu yang memabukkan merupakan hal yang dilarang dikonsumsi. Apakah berarti makanan dan minuman fermentasi yang mengandung alkohol juga diharamkan?

Perlu diperhatikan bahwa proses fermentasi membuat kadar alkohol pada buah dan sayuran jadi meningkat. Di luar persoalan haram atau tidaknya, kandungan alkohol juga membahayakan bagi siapapun yang mengonsumsinya. Jika sampai menimbulkan efek berbahaya maka makanan dan minuman dinilai menjadi haram. 

Penjelasan ini sesuai dengan Hadist Nabi saw yang kemudian menjadi kaidah fiqhiyyah: 

Laa dhoror wa laa dhiroor. (HR. Al-Baihaqi, Al-Hâkim, dll).

Artinya: Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. 

Aturan mengenai produk haram juga disebutkan dalam Fatwa MUI No. 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol. Dalam fatwa ini disebutkan bahwa hanya etanol yang berasal dari khamr yang tidak bisa digunakan untuk produk halal karena bersifat haram dan najis.

Apabila tidak berasal dari industri khamr, maka etanol jenis lain boleh dipakai dengan memperhatikan batasan yang sudah ditetapkan pada fatwa tersebut. Misalnya etanol sintetik ataupun hasil industri fermentasi non-khamr.

Apakah Makanan yang Difermentasi Halal Menurut Agama?

Untuk mengetahui hukum halal atau tidaknya buah dan sayur yang difermentasi, penjelasan Ustaz Syam dalam acara Islam Itu Indah Trans TV bisa menjadi referensi. Ustaz Syam menyampaikan bahwa tidak semua makanan dan minuman hasil fermentasi itu menjadikan khamr. 

"Contoh pada perasan anggur, jika difermentasi bisa jadi wine dan itu haram. Lalu difermentasi lagi bisa jadi cuka dan itu halal," tutur Ustaz Syam.

Ustaz Syam juga menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mengonsumsi minuman yang difermentasi. Minuman ini berupa rendaman kismis seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadis. 

"Rasulullah SAW pernah dibuatkan rendaman kismis dalam satu bejana. Kemudian, beliau meminum pada hari itu, hari besok dan hari besoknya lagi," (HR Muslim).

Ustaz Syam mengatakan bahwa makanan dan minuman fermentasi boleh dikonsumsi, asalkan bahan awalnya berupa sesuatu yang halal. Di samping itu, Ustaz Syam juga menekankan agar berpedoman pada MUI terkait batasan kadar alkohol di makanan dan minuman. 

Demikianlah ulasan mengenai apakah fermentasi itu halal? Jika mengacu dari fatwa MUI selama etanol tidak dari industri khamr dan tidak menimbulkan efek yang berbahaya, maka tidak diperbolehkan. Baca juga 7 makanan fermentasi khas Indonesia selain tempe

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.