YOGYAKARTA – Dalam meraih pencapaian, seseorang penting tetap optimis. Namun, sikap optimis penting dihadirkan pada waktu yang tepat. Jika tidak, seseorang mengalami sindrom Pollyanna. Sindrom ini merujuk pada seorang gadis yatim piatu bernama Pollyanna. Ia memiliki sikap positif tiada henti dan sangat menular pada kehidupan. Kisah ini ditulis oleh Eleanor H. Porter sekitar satu abad lalu.
Kepositifan tanpa syarat, ternyata juga berbahaya. Melansir Psychology Today, Minggu, 3 Maret, gadis menawan bernama Pollyanna ini dalam psikologi mengacu pada fakta bahwa kita cenderung melihat masa lalu dengan kacamata yang indah. Istilah “sindrom Pollyanna” juga telah digunakan meski bukan termasuk sindrom klinis. Sindrom ini menggambarkan seorang subjek yang tetap optimis terus-menerus terlepas dari keadaan eksternalnya.
Konsep sindrom Pollyanna, juga diterapkan dalam pasar keuangan. Ini dipakai menggambarkan fakta kalau terbawa optimisme ketika keadaan tidak mendukung dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk.
Beberapa kepribadian tertentu secara alami memiliki watak lebih “cerah” dibading yang lain. Ini tergambarkan lewat bagaimana mereka memiliki pendekatan dalam hidup. Namun bagi orang yang berprinsip Pollyannish, lebih dari sekedar “kecerahan” umum. Mereka memiliki optimisme yang lebih dari ambisius. Dia tidak ragu melakukan penyangkalan sepenuhnya jika keadaan mereka berubah dan jelas-jelas tidak sesuai dengan optimisme mereka lebih lanjut. Disinilah letak masalahnya, yang mana mereka sesungguhnya memiliki kesedihan dan emosi. Namun karena optimis yang buta, mereka mengalihkan emosi tersebut.
Perasaan sedih, marah, dan emosi lainnya, suatu kali memungkinkan kita memproses atau mengatasi kerugian. Emosi buruk memang sulit. Tetapi dengan kesulitan tersebut, tingkat kesadaran kita terbangun. Kesadaran akan kesulitan hidup bukan untuk disangkal, tetapi diselesaikan secara realistis.
BACA JUGA:
Sindrom Pollyanna juga digambarkan kepura-puraan bahwa hidup semudah berjalan-jalan dan segala kesulitan dapat diatasi dengan bantuan pemikiran positif dan senyuman. Hal ini tentu tidak realistis dan kontraproduktif. Pada sisi lain, realitas tetap mengejar. Apakah mengejar realitas dengan kepalsuan akan membantu kita mencapai tujuan atau menyelesaikan persoalan? Tentu tidak.
Dalam novel fiksi yang ditulis Porter, Pollyanna menjadi sangat sedih, putus asa, dan lumpuh akibat kecelakaan. Alih-alih bangkit secara cepat, jauh lebih baik untuk menerapkan strategi optimisme yang fleksibel dan menerima kesedihan, tantangan, kehilangan, lalu menyesuaikan hidup dengan apa-apa yang harus kita hadapi.