Bagikan:

YOGYAKARTA – Basorexia termasuk dalam dinamika emosi manusia yang menarik namun kurang dikenal. Sebutan ini berasal dari kata Yunani, basi, yang berarti ciuman dan rexia artinya lapar. Secara terminologi membentuk arti keinginan atau obsesi yang kuat untuk berciuman. Menurut psikolog Peter Sear, Ph.D., yang berfokus pada empati dan memahami emosi, basorexia adalah emosi kompleks, beragam, dan mulai diteliti sejak lalu.

Berciuman telah menjadi perilaku universal manusia yang melampaui batas-batas budaya. Berfungsi sebagai komunikasi, ikatan, bahkan pacarana. Dari sudut pandang biologis, berciuman memicu pelepasan oksitosin, hormon yang terkait dengan empati, ikatan, dan keterikatan. Pelepasan hormon ini menciptakan rasa senang dan keintiman. Keinginan bawaan manusia akan hubungan fisik dan kasih sayang, dapat dianggap sebagai dasar dari basorexia.

penyebab terobsesi untuk berciuman atau basorexia menurut psikologi
Ilustrasi penyebab terobsesi untuk berciuman atau basorexia menurut psikologi (Freepik)

Basorexia tampak dalam berbagai cara, mulai dari kesukaan untuk berciuman hingga keingnan tak terpuaskan untuk melakukan tindakan itu sendiri. Orang yang mengalami basorexia, mungkin sering melamun tentang berciuman atau terus-menerus mencari kesempatan melakukan tindakan intim ini. Bahkan memikirkan dan menyebutkan ciuman saja, dapat membangkitkan respons emosional dan fisik yang intens sehingga menimbulkan keinginan yang sangat besar dalam aktivitas tersebut.

Implikasi basorexia secara psikologis, karena diakui sebagai kelainan klinis, mungkin seseorang yang mengalaminya membutuhkan kebutuhan mendasar akan kedekatan emosional dan keintiman. Keinginan untuk terhubung melalui ciuman, berpotensi mengkompensasi kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. Atau disebut sebagai mekanisme mengatasi kesepian atau kecemasan, dilansir Psychology Today, Minggu, 4 Februari.

Basorexia juga dikaitkan dengan pelepasan dopamin, neurotransmitter yang berkaitan dengan kesenangan dan penghargaan. Tindakan berciuman, dapat merangsang sistem penghargaan otak dan menimbulkan euphoria, kepuasan, dan mendorong terjalin ikatan antar individu. Respon neurologis ini mungkin menjelaskan mengapa individu dengan basorexia semakin tertarik untuk berciuman sebagai sarana mencari kesenangan dan kepuasan emosional.

Faktor budaya dan sosial yang mana menganggap berciuman sebagai satu hal yang tabu, membuat orang dengan basorexia kesulitan memenuhi keinginannya sehingga timbul rasa bersalah atau malu. Bagi individu yang mengalami basorexia, mengelola dan menerima keinginan ini dapat menjadi keseimbangan yang rumit. Komunikasi terbuka dengan pasangan, mengutarakan kebutuhan, dan memahami batasan pribadi penting untuk mengelola emosi rumit bagi seorang dengan basorexia. Selain itu, mengeksplorasi bentuk-bentuk kasih sayang fisik alternatif, seperti berpelukan, berpelukan, atau berpegangan tangan, dapat memberikan rasa keintiman dan koneksi di luar ciuman.