JAKARTA - Dunia kesenian Indonesia berduka dengan berpulangnya Hardi, pelukis dan penulis alumni ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) Yogyakarta dan AKSERA (Akademi Seni Rupa Surabaya) Surabaya. Salah satu tokoh Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) dalam sejarah perkembangan seni rupa di Indonesia ini meninggal dunia Kamis, 28 Desember.
"Sugeng tindak, pak Hardi. Swargo langgeng. Amin," demikian di antara kabar duka di kalangan para, seniman. Lahir di Blitar 26 Mei 1951, Hardi adalah seorang seniman pelukis aliran ekspresionis yang terkenal dan aktivis lintas seni dan kebudayaan di Indonesia.
Hardi pernah aktif di seputar kegiatan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Pada masa DKJ di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Hardi kerap aktif menulis untuk Majalah Horison.
Di antaranya wawancara dengan Gus Dur, mulai persoalan pesantren dan hubungannya dengan sastra serta kehadiran sastra sufistik di Nusantara.
BACA JUGA:
Budayawan Indonesia itu terlahir dengan nama R. Soehardi. Ia menjadi sakti kekayaan khazanah lisan Gus Dur berasal dari Amang Rahman (almarhum) pelukis Surabaya yang dikenal humoris.
"Gus Dur, yang meminta Amang Rahman berangkat ke Jakarta. Di DKJ, kami bersama-sama mendengar Amang berkisah lucu soal orang-orang Madura. Jadi, humor-humor Gus Dur soal orang-orang Madura itu, kulakan (referensi) dari Amang Rahman," tutur Hardi dikutip dari Ngopi Bareng.