Bagikan:

JAKARTA - Setelah 17 tahun lamanya, sutradara Hanung Bramantyo akhirnya kembali memproduksi film horornya kembali yang diadaptasi dari lakon radio di tahun 80-an berjudul Trinil: Kembalikan Tubuhku dan akan hadir di bioskop pada 4 Januari mendatang.

Film Trinil ini sendiri menceritakan mengenai ketika pasutri Rara (Carmela Van De Kruk) dan Sutan (Rangga Nattra) memulai hidup baru. Rara mewarisi perkebunan teh di Jawa Tengah milik William Saunder, ayahnya, dan hidup bersama Sutan, suami tercinta, yang dulunya pernah menjadi perawat pribadi William semasa masih hidup.

Suatu malam, Rara mengalami ketindihan hebat. Dalam igauannya, Rara seperti menyebut sebuah nama, yang kemudian memunculkan bayangan hantu kepala tanpa badan dibalik jendela kamarnya. Khawatir terjadi sesuatu yang buruk, Sutan meminta bantuan Yusof (Fatah Amin), teman semasa SMA nya di Penang, Malaysia, untuk menangani insiden ini.

Mulanya, Rara menolak ide sang suami dan menganggap bahwa semua teror tersebut hanyalah ilusi suaminya semata. Namun, teror Hantu kepala makin menjadi, kali ini sambil menyebut nama kecil Rara, "Trinil, Balekno Gembungku ( Kembalikan Tubuhku)!". Akhirnya Rara menyerah dan mengijinkan Yusof masuk ke rumah untuk mengusirsosok hantu yang mulai menyerang dirinya.

Sejak awal mula film ini tidak basa-basi dalam menceritakan kisah yang akan diceritakan. Sehingga penonton tidak perlu terlalu jauh memikirkan mengenai cerita yang akan dibawa karena sejak awal sosok hantu Rahayu ini sudah ditampakan sejak awal.

Semua pemain di dalam film ini dapat diacungi jempol karena bisa menyampaikan karakternya dengan sangat baik. Khususnya pasangan ibu dan anak Wulan Guritno dan Shalom Razade yang apik memainkan karakter mereka sebagai wanita serakah dan penggoda laki-laki.

Wulan Guritno yang digambarkan sebagai seorang wanita keji dan sangat serakah hingga rela membunuh suaminya sendiri sangat terlihat jelas dan berbeda dengan karakter-karakter yang pernah ia mainkan di film-film lainnya.

Selain Wulan, pemain utama Carmela Van der Kruk juga sangat baik dalam memainkan karakternya sebagai seorang anak yang memiliki perasaan emosional yang tinggi karena semua yang ia sayangi direnggut oleh sang ibu. Turun naik emosi yang disampaikan oleh Carmela bisa dirasakan oleh penonton.

Bumbu komedi yang disajikan di dalam film ini juga membantu penonton untuk istirahat sejenak dari jumpscare-jumpscare yang diberikan dan didukung dengan visual dan audio yang menyeramkan. Komedi yang diberikan juga tidak terlalu menonjol tapi cukup mengundang gelak tawa penonton.

Sayangnya, alur cerita yang diberikan di dalam film ini cukup membingungkan dan terlalu cepat berganti sehingga penonton tidak bisa menikmati satu emosi yang diberikan oleh pemain dengan baik.

Salah satunya ialah ketika momen pengusiran setan yang dilakukan, sebagai salah satu momen penting di dalam cerita, scene pengusiran setan dirasa kurang menegangkan dan terlalu cepat berlalu sehingga penonton tidak bisa merasakan ketegangannya.

Di akhir film juga diperlihatkan beberapa adegan yang sepertinya terlalu dipaksakan untuk dimasukan ke dalam adegan sehingga membuat penonton sedikit kebingungan dengan masuk dari adegan tersebut.

Plot twist yang diberikan mengenai latar belakang semua kejadian horor dalam film Trinil justru membuat penonton bingung dan keheranan mengenai hubungan antara ibu dan anak di dalam film ini. Rasa kebingungan itu terus terasa sampai pada adegan asal usul teror Rahayu hingga terjadinya plot twist.

Meski dikatakan film ini merupakan kisah cinta segitiga antara ibu, anak dan seorang laki-laki, tetapi penonton tidak bisa merasakan cinta segitiga yang dimaksud secara utuh. Yang dirasakan ketika menonton film ini hanyalah dendam seorang ibu kepada anak yang sudah merebut tubuhnya.