YOGYAKARTA – Tak sedikit orang kesulitan mengidentifikasi perasaannya. Terlebih ketika berada pada situasi yang berat dan tak terduga. Mungkin yang dirasa hanya ‘kekosongan’ yang berbeda dengan sensasi fisiologis, atau disebut dengan emosi. Perasaan dan emosi berbeda, tetapi keduanya bisa hadir saat bersamaan. Kadang, menyadari perasaan bisa dengan mengidentifikasi sensasi fisik. Melansir psikolog klinis yang khusus menangani rasa marah, resolusi trauma, konflik pasangan, dan depresi, Leon F. Seltzer, Ph.D., berikut penyebab sulitnya mengidentifikasi perasaan.
1. Perasaan tersebut belum mengkristal
Bisa dibilang berada pada situasi ambang, ketika perasaan belum mengkristal atau belum menjadi fokus sehingga belum bisa diidentifikasi. Situasi ini dialami ketika Anda merasakan sesuatu di tubuh, misalnya tenggorokan tercekat, tubuh bergetar, detak jantung cepat. Namun, karena belum diketahui pemicunya maka perasaan seperti apa yang dialami, masih sulit untuk didefinisikan.
2. Mengalami lebih dari satu perasaan
Ketika lebih dari satu perasaan menyatu, mungkin terasa membingungkan karena tidak dapat dipisahkan dan dibedakan. Seltzer mencontohkan, ketika rasa marah dan terluka akan ketidakadilan, emosi yang satu menunjukkan perasaan tidak adil yang mengganggu. Sedangkan lainnya menandai perasaan tak berdaya atau kecewa.
Ada pula yang disebut “emosi bipolar”, yang mana merasakan kepahitan dan sekaligus manis. Dalam kasus seperti itu, Anda mungkin terombang-ambing di antara kedua emosi tersebut. Ketika memiliki emosi yang “bersaing” satu sama lain, juga dapat menyebabkan keadaan ambivalensi dan penundaan dalam mengidentifikasi.
3. Tidak memiliki kata-kata yang presisi
Banyak kata yang dipakai untuk “melabeli” perasaan. Seperti kecewa, marah, senang, bahagia, dan lainnya. Tetapi fenomena ini terbilang baru tentang emosi, bahwa literatur semakin meluas. Ambillah contoh, kata “malu” dalam bahasa Indonesia berarti “pengalaman tiba-tiba merasa terkekang, rendah diri, dan canggung saat berada di dekat orang-orang yang berstatus lebih tinggi”. Ketika suatu perasaan sulit untuk diidentifikasi, mungkin karena tidak memiliki kata-kata yang pas untuk mendefinisikan perasaan tersebut.
4. Belum pernah merasakan perasaan ini sebelumnya
Anak-anak mungkin sering mengalami ini, karena referensi perasaan mereka terbatas karena belum mengenyam banyak pengalaman hidup. Sensasi fisik juga masih dalam taraf perkembangan, sehingga kerap belum mengenali nama perasaan.
5. Mengalami disosiasi
Penyebab perasaan sulit diidentifikasi, karena mengalami disosiasi. Ketika Anda melepaskan diri dari suatu perasaan saat mekanisme pertahanan diri, atau disebut disosiatif, maka perasaan “mati” terhadap situasi tertentu. Seltzer menjelaskan, ini terjadi ketika kewalahan oleh keadaan eksternal atau dari luar diri. Perasaan kadang jadi sesuatu yang tidak dapat ditoleransi. Seseorang mungkin berusaha melarikan diri dengan mengembara ke waktu atau tempat lain.
BACA JUGA:
6. Perasaan disensor secara internal
Bahkan ketika Anda mencoba, tetap sulit mengakses perasaan yang secara internal “disensor”. Banyak orang belajar memasukkan perasaan tertentu dalam daftar hitam. Misalnya, dibesarkan di rumah yang penuh kemarahan dan kehilangan kesabaran, mengakibatkan hukuman berat dan yang mengalaminya belajar memutus ikatan dengan kemarahan. Seltzer juga mencontohkan, beberapa pola asuh ortu meminta anak-anaknya untuk menyembunyikan rasa sedih. Para terapis menyebutnya sebagai penekanan emosi yang tiba-tiba. Namun ketika muncul, akan terdorong menghilangkannya sama sekali.
Itulah alasan kenapa perasaan sulit diidentifikasi. Melansir Psychology Today, Seltzer menyarankan, penting untuk menjadi utuh dan sepenuhnya terhubung dengan diri kita sendiri. Ini berguna menemukan perasaan-perasaan yang sebelumnya harus kita tolak. Selain itu, menolak perasaan tertentu cenderung membuat orang bertindak negatif. Seperti menyalahkan orang lain, berperilaku curang atau pasif-agresif, merajuk atau diam pada orang lain, atau terlibat pada perilaku berbahaya lainnya.