Ramai Dukungan dan Penolakan Konser Coldplay di Indonesia, Apa Kata Pengamat?
Konser Coldplay di Buenos Aires (Instagram @coldplay)

Bagikan:

JAKARTA - Konser Coldplay di Indonesia, sejak masih sebatas isu, telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Banyak para penggemar yang berharap Chris Martin bisa tampil di dalam negeri, namun setelah harapan tersebut terwujud, justru muncul penolakan dari beberapa pihak.

Melihat dukungan sekaligus penolakan yang ada, Mudya Mustamin sebagai pengamat musik menilainya sebagai hal yang wajar. Baginya, wajar jika Coldplay mendapat spotlight yang lebih dari pecinta musik belakangan ini, mengingat kedatangan band asal Inggris itu sudah dinantikan sejak lama.

“Ini konser yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama, dan sekarang kebetulan juga momentumnya tepat, di saat dahaga menyaksikan konser sedang meninggi,” kata Mudya Mustamin saat dihubungi VOI pada Minggu, 21 Mei.

“Coldplay adalah salah satu band terpopuler dunia saat ini, wajar jika menjadi pusat perhatian. Dan semakin fenomenal karena adanya berita-berita penolakan serta ticket war yang viral,” sambungnya.

Sementara itu, Iman J-Rocks yang mengaku sebagai penggemar Coldplay sejak album Parachutes (2000), mencoba melihat kehadiran Coldplay lewat kaca mata yang positif. Ia melihat inilah waktunya untuk memperkenalkan keberagaman Indonesia lebih jauh kepada dunia, khususnya para personil yang akan tampil.

Adapun berbagai polemik terkait apa yang kerap dinyatakan personil Coldplay, Iman mencoba untuk tidak terlalu memusingkannya dan memilih untuk hal positif yang dibawa dalam karya-karya band asal Inggris itu.

“Terlepas dari penolakan, ya kita sebenarnya nggak tahu pribadinya seperti apa, cuma dengerin musiknya aja sih. Wallahu'alam kita nggak tahu. Kita pengin nonton konser, pengin nikmati musiknya dan kita nggak tahu di belakangnya itu seperti apa,” ujar Iman.

“Ya mudah-mudahan baik lah, siapa tahu Coldplay datang ke sini bisa menambah pengetahuan para personil Coldplay tentang indahnya Indonesia dan juga tentang keberagaman Indonesia. Ya mudah-mudahan konsernya Coldplay di indonesia bisa memberikan hal yang positif buat para penonton dan Coldplay-nya sendiri,” lanjutnya.

Terkait harga tiket yang banyak disebut terlampau mahal, mengingat konser Coldplay di negara lain lebih murah dibandingkan di Indonesia, Mudya dan Iman punya pernyataan yang serupa.

Mudya melihat dahaga pecinta musik pascapandemi masih terlihat hingga saat ini, tak heran jika banyak konser yang selalu dipenuhi penonton. Untuk konser Coldplay sendiri, Mudya melihat kekhawatiran akan tiket yang tidak habis terjual bukan alasan, mengingat penantian panjang para penggemar. Terlebih, ia menilai penggemar Chris Martin cs. Berasal dari kalangan menengah ke atas di perkotaan, yang tentunya masih dalam keadaan mampu untuk membeli tiket yang ditawarkan.

“Tiket mahal tidak terlalu berpengaruh karena segmentasi audiens Coldplay memang cenderung dari kalangan menengah ke atas, urban/perkotaan, mulai dari generasi awal 2000-an hingga Gen Z. Rentang usia penggemarnya cukup lebar,” tutur Mudya.

“Coldplay sendiri saat ini masih tercatat sebagai satu dari 10 artis musik dengan penghasilan kotor dari tur konser terbesar sepanjang masa, menurut perhitungan dari Billboard Boxscore baru-baru ini,” imbuhnya.

Sementara, Iman melihat pengalaman yang akan dirasakan penonton Indonesia akan sangat berbeda ketika menyaksikan Coldplay di luar negeri dengan dalam negeri. Konsep yang dihadirkan juga dilihat sepadan dengan harga yang ditawarkan.

“Kalau nonton konser di luar negeri sama di negeri sendiri pasti beda lah vibes-nya, bisa lebih enak di negara sendiri kayaknya kalau nonton konser. Dengan orang-orang yang kita banyak kenal jadi seru,” ucap Iman.

“Konsep konsernya juga menarik, banyak lampu-lampunya, gelangnya bisa nyala. Jadi, tentu selain musiknya, packaging dari lighting dan segala macam itu kan sangat berpengaruh sekali,” sambungnya.

Menanggapi lebih lanjut atas animo masyarakat yang sangat besar akan konser Coldplay, Mudya meyakini konser-konser lainnya tidak akan terpengaruh. Ia mengatakan jika acara musik lain tetap mendapat hasil penjualan tiket yang memuaskan.

“Tapi, bukannya konser lain menjadi sepi. Java Jazz, Nicole (Niki), konser Dewa 19, Kahitna dll. tetap ramai dengan hasil penjualan tiket yang juga memuaskan, walau dalam skala yang berbeda,” pungkas Mudya Mustamin.