JAKARTA – Digital nomad berasal dari kata nomaden dan bekerja berbasis digital sehingga bisa dari jarak jauh atau remote working.
Seseorang bisa bekerja sambil traveling atau sebaliknya, berpelesir sambil bekerja. Menjadi digital nomad terdengar menarik ‘kan? Tunggu! Ketahui dulu apa itu gaya hidup digital nomad dan suka dukanya bekerja berpindah-pindah setiap waktunya.
Digital nomad sebenarnya tidak hanya terkait aspek bekerja dan traveling saja. Lokasi kerja yang berpindah setiap waktunya tentu membutuhkan kemampuan adaptasi dan perencanaan ekstra agar tetap mendapatkan kepercayaan pemberi kerja.
Artinya, memang terlihat menyenangkan tetapi terlihat tidak mudah untuk dilakukan.
Seseorang yang bekerja tanpa terikat waktu dan bisa bekerja di mana saja disebut digital nomad.
Seperti yang sudah diungkapkan di atas, bekerja bisa dilakukan di tepian pantai atau di café di atas bukit yang sedang berkabut.
Gaya hidup digital nomad termasuk fleksibel, karena tidak di satu ruangan kantor, jadwal kerja pun bisa disesuaikan, tidak ada hitungan lembur karena biasanya kerja per proyek. Jika proyek selesai, artinya tidak memiliki jam kerja yang pasti.
Beberapa jenis pekerjaan remote memang tidak memiliki jam kerja pasti. Sama seperti digital nomad, namun bukan berarti pekerjaan ini tak memiliki aturan atau bebas sebebas-bebasnya.
Justru, rule kerja dibuat secara personal dengan menyesuaikan target yang diminta oleh klien.
Kerja digital nomad statusnya mandiri. Ini tentu tidak mudah, apalagi jika tidak memiliki kemampuan beradaptasi dan tidak memiliki komunitas yang mendukung setiap kali sepi ‘proyek’. Belum lagi persoalan jaringan yang tidak di setiap tempat terjamah sinyal provider.
BACA JUGA:
Jika masih beranggapan digital nomad itu fun dan fleksibel, sekiranya tidak begitu. Persoalan produktivitas kerja serta menemukan tempat yang nyaman saat membutuhkan konsentrasi penuh juga menjadi tantangan berat bagi orang-orang yang memilih menjadi digital nomad.
Secara sederhana, melansir dari Insider, digital nomad bisa diartikan sebagai seseorang yang sebagian besar mencari nafkah secara online dan bermukim di destinasi tertentu untuk sementara waktu. Ia akan berpindah dalam jangka waktu yang telah mereka rencanakan.
Andrea Valeria, misalnya, sejak tahun 2014 ia berkomitmen untuk menjadi digital nomad. Ia bernegosiasi dengan perusahaan tempatnya kerja untuk bekerja remote. Perusahaan menerima dan menuju Argentina dari tempat domisili semula, Hawaii.
Valeria juga menjelaskan berbagai kesempatan kerja bagi digital nomad. Kesempatan kerja tak hanya blogging, tetapi juga terbuka kesempatan lainnya. Misalnya copywriter, profesional IT, pemasaran, desain grafis, dan lain sebagainya.
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh penyedia bakat independen, MBO Partners, tahun 2019 sebanyak 7,3 juta orang Amerika menjalani sebagai digital nomad.
Jumlah tersebut telah mengalami peningkatan sebesar 2,5 juta orang dari tahun sebelumnya.
Masa-masa pandemi, menurut Valeria memang paling sulit. Biasanya ia bisa memesan tiket pesawat berkali-kali dalam sebulan, masa pandemi mengharuskan ia tinggal disatu tempat dan menetap lebih lama.
Untungnya, kata Valeria, beberapa bulan sebelum pandemi ia telah menyiapkan base di Meksiko kota asalnya. Menurutnya, sebagai digital nomad ia merasa diuntungkan karena terbiasa bekerja dengan berbagai situasi dan berbagai tempat.