JAKARTA – Kecerdasan emosi atau sering dikenali dengan emotional quotient (EQ) mengacu pada kemampuan dalam mengelola serta mengidentifikasi emosi. Baik mengelola emosi personal maupun emosi orang lain.
Dikutip dari Psychology Today, Senin, 11 Januari, kecerdasan emosional umumnya mencakup tiga keterampilan, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyebutkan emosi seseorang. Dua lainnya adalah kemampuan memanfaatkan emosi tersebut dan mengelolanya.
Konsep kecerdasan emosional atau kadang disebut dengan emotional quotient telah diterima secara luas. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberi kerja menyertakan tes kecerdasan emosional bagi calon pekerja. Meski hingga kini belum ada skala psikometri yang tervalidasi untuk kecerdasan emosional, namun istilah ini sering dipakai untuk menggambarkan kemampuan interpersonal.
Tentu dengan nama lain yang dikenal dengan soft skill. Bahkan, dalam proses wawancara jadi salah satu indikasi penilaian untuk pemimpin atau rekan kerja yang baik.
Seseorang yang cerdas secara emosional akan menyadari kondisi emosinya. Terutama mengenali perasaan-perasaan negatif seperti kesedihan, kekecewaan, frustasi dan lain sebagainya. Dalam cakupan yang lebih luas, seseorang yang mengerti atau bisa mendefinisikan perasaannya memiliki kemampuan interpersolan yang baik.
Karena dapat mengelola perasaannya sendiri serta memiliki kepekaan terhadap lingkungannya, maka seseorang yang memiliki kemampuan tersebut bisa dinilai sebagai teman, orang tua, pemimpin atau pasangan yang baik.
Meskipun tidak ada skala psikometri yang pasti, keterampilan untuk mengenali serta mengelola emosi bisa diasah. Mengingat banyak sekali kecenderungan untuk menghindari serta mengabaikan perasaan. Marc Brackett, seorang psikolog dan pendiri Yale Center for Emotional Intelligence berpendapat bahwa menghindari perasaan dapat merugikan.
BACA JUGA:
Marc Brackett juga mengembangkan sebuah sistem berdasarkan akronim R.U.L.E.R untuk menumbuhkan kebijaksanaan terkait dengan perasaan. Sistem tersebut juga membantu untuk mengelola dan menggunakan perasaan tanpa merugikan.
Pertama, dari kata recognize dengan akronim ‘R’ yang berarti kenali dan menyadari bahwa kita sedang mengalami suatu perasaan. Jika sering mengalami sakit kepala atau tengkuk terasa nyeri, Brackett menyarankan untuk lebih mengenali perasaan kita. Mulai dari mengenali ukuran rasa lelah, misalnya, dan seberapa energi yang dipunyai.
Kedua dan ketiga adalah understand dan label. Pemahaman dan menamai perasaan bisa dilakukan untuk mengatur emosi. Kata yang tepat untuk menggambarkannya, menurut Brackett semakin akurat semakin baik. Asumsinya, jika mengenali, memahami dan mengungkapkannya artinya dapat ‘menjinakkannya’.
Keempat, akronim ‘E’ berasal dari express yang artinya mengungkapkan perasaan tersebut. Mungkin, ada banyak alasan bagi seseorang untuk mengabaikan ekspresi terutama ketika mengalami spektrum emosi negatif. Terakhir akronim ‘R’ yang menandai kata regulate.
Keterampilan yang terakhir ini paling menentukan bagaimana seseorang mengatasi perasaannya. Apakah akan diungkapkan, disimpan saja atau diabaikan? Berdasarkan pernyataan Brackett, seseorang yang memiliki kemampuan emosional tahu cara tepat tanpa merugikan dirinya sendiri dan lingkungannya untuk mengelola berbagai kondisi emosi.