Review Bayi Ajaib, Serupa Tapi Tak Sama dengan Visual Lebih Menggoda
Film Bayi Ajaib Remake (Foto: Falcon Black)

Bagikan:

JAKARTA - Film Bayi Ajaib versi sutradara Rako Prijanto akan tayang di bioskop pada 19 Januari. Bayi Ajaib Remake ini dibintangi Sara Fajira, Desy Ratnasari, Vino G. Bastian, Teuku Rifnu Wikana, dan Adipati Dolken.

Rumah Produksi Falcon Black mencoba untuk mempertahankan garis besar cerita yang sudah ada. Adegan-adegan ikonik yang sudah ada pun tetap dipertahankan. Bayi lahir tua, tangan keluar dari toilet, prosesi khitan adalah contoh dari adegan lama yang muncul kembali di film ini.

Sebagaimana film remake kebanyakan, latar waktu masa kini sehingga ceritanya lebih relevan dengan penonton sekarang. Namun Bayi Ajaib tak membuat perbedaan secara signifikan. Jika versi lama mengambil setting 80-an, Rako mengambil rentang waktu jauh sebelum era 90-an.

Film ini ditampilkan menjadi lebih klasik dengan tempat di pedesaan. Pilihan wargan kekuningan atau sephia dalam color grading meninggalkan kesan lawas. Listrik terbatas dan penggunaan lentera sebagai sumber cahaya juga menambah kesan lawas.

Selain itu, kostum dan make up juga disesuaikan pada karakter yang diperankan Vino dan Sara Fajira. Sayangnya ada inkonsistensi pada karekater lain yang tidak mendapat make-up setara sehingga menimbulkan pertanyaan lawat waktunya.

Dengan peralatan kamera lebih modern, tentu saja visual yang didapatkan di film Bayo Ajaib kali ini lebih solid. Penggunaan efek visual computer-generated imaginary (CGI) untuk wajah tua dari bayi Didi dan degan terbang atau merangkak di dinding juga menjadi lebih halus berkat teknologi masa kini. Terasa nyaman untuk ditonton sepanjang film.

Bagi penggemar film lawas Bayi Ajaib tentu akan mencari-cari perbedaan dan persamaan dalam film ini. Para penonton baru tak perlu lagu karena film ini tetap dapat dinikmati secara keseluruhan dengan atau tanpa tahu cerita lamanya.

Ceritanya serupa tapi tak sama. Peran Kosim dan Dorman masih tetap mendominasi, namun pola persaingannya berbeda. Namun, pertarungan kebaikan dan kejahatan masih menjadi garis besar dalam film ini.

Kekuatan karakter, emosi dan pengadeganan dari tokoh Kosim dan Dorman begitu kuat. Vino tentu tidak diragukan lagi kemampuannya. Sebagai juragan tanah, jagoan, dan penuh kekuasaan, sosok Kosim diperankan dengan penuh mengintimidasi. Namun ada kalanya juga dia bersikap emosional dan hangat ketika berhubungan dengan anaknya.

Sebagai tokoh antagonis, Dorman bukanlah orang yang melakukan kekerasan fisik secara langsung atau kata-kata makian. Adegan-adegan jahat yang dimainkan oleh Adipati justru lebih tertutup. Namun Adipati dapat menyampaikan sisi jahatnya sebagai manusia melalui gerak-gerik tubuh dan wajahnya.

Ini merupakan debut pertama Adipati sebagai tokoh antagonis. Para penggemar yang selalu menyaksikan Adipati dengan film-film drama percintaannya akan melihat sisi yang sama sekali berbeda dari aktor tersebut.

Nama-nama lain yang tak boleh dilupakan dalam film ini adalah Rifnu Wikana dan Desy Ratnasari. Keduanya berperan sebagai sepasang suami istri yang baik hati dan penyabar. Bagi yang rindu dengan akting Desy, mungkin ini saatnya untuk menyaksikan kembali kehebatan ratu sinetron 1990-an tersebut.

Yang tidak ketinggalan adalah para pemain cilik yakni Rayhan Cornellis sebagai Didi dan Anantya Kirana sebagai Rini. Kemampuan keduanya perlu mendapat acungan jempol, terlebih saat berhadapan dengan arwah.