Bagikan:

JAKARTA - Nana Mirdad sudah bermukim di Bali hampir 13 tahun bersama dengan suaminya, Andrew White. Sebagai bentuk kepedulian pada Pulau Dewata, Nana ikut mendukung penanaman 5.000 bibit di Kawasan Hutan Mangrove Pemogan, Bali.

Menurut Nana, pelestarian alam harus melibatkan anak muda. "Kita harus mau, jangan jadi generasi muda yanh tutup mata, harus mau menjadikan dunia lebih baik, jangan pernah mikir nggak ada impactnya (dampaknya)," ujar Nana dalam jumpa pers virtual, Rabu, 31 Agustus.

Anak muda bisa menjadi agen perubahan dengan menularkan informasi yang benar akan pentingnya mangrove untuk wilayah pantai. "Mungkin buat kita kecil, tapi jika ada 1 atau 2 orang yang mendengarkan atau 100 orang tetap akan berdampak baik. Ketika kita influence sesuatu, jangan pernah minder nggak punya power, karena semua orang dasarnya punya power," ungkap Nana lagi.

Penanaman 5.000 bibit di Kawasan Hutan Mangrove Pemogan, Bali ini merupakan kelanjutan dari program konservasi ekosistem mangrove yang sudah dijalankan oleh Djarum Trees for Life (DTFL) sejak empat belas (14) tahun terakhir, dan telah berhasil menanam lebih dari satu (1) juta mangrove di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

DTFL menggandeng Direktorat Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Pemerintah Provinsi Bali; akademisi; tokoh muda peduli lingkungan, serta 150 mahasiswa yang tergabung di Darling Squad, sebuah komunitas sadar lingkungan yang digagas oleh Djarum Foundation pada akhir 2018.

Sejak 2008, DTFL serius mendorong rehabilitasi dan konservasi mangrove, yang dimulai dari Mangkang, Semarang, Jawa Tengah. Selain penanaman, DTFL juga melakukan pendampingan ke masyarakat demi memastikan bibit yang ditanam dapat tumbuh maksimal, mengingat benih tersebut rentan terbawa arus pasang.

“Mangrove menjadi salah satu tumbuhan sentral dalam penanganan perubahan iklim karena kekayaan fungsi fisik, ekologi, sosial, ekonomi. Upaya pelestarian mangrove harus berkelanjutan mengingat tanaman yang hidup di wilayah perairan ini rentan mengalami kerusakan, baik secara alami maupun karena aktivitas manusia. Indonesia yang memiliki luasan mangrove hingga 22,6 persen dari total keseluruhan dunia memainkan peran sentral, termasuk dalam hal serapan emisi karbon yang sangat besar dari mangrove. Oleh karenanya, kami akan selalu berkomitmen untuk mendukung upaya pemerintah dalam pelestarian mangrove di Indonesia,” tegas FX Supanji, Vice President Director Djarum Foundation.

"Mangrove mempunyai kemampuan menyimpan cadangan karbon 4 sampai 5 kali lebih besar dari tanaman hutan di daratan, sehingga jika semakin banyak lahan mangrove yang dibuka, maka akan semakin membantu dalam pengendalian iklim. Untuk memaksimalkan nilai ini, perlu kerja sama berbagai pihak, dari kementerian, akademisi hingga peran swasta," ujar Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir.Inge Retnowati, M.E.

"Mangrove berperan besar dalam pengendalian perubahan iklim karena mampu menyimpan dan menyerap karbon empat sampai lima kali lebih banyak dari hutan tropis daratan. Kegiatan ini merupakan bentuk aksi nyata penanaman mangrove, sebagai simbol upaya keberlanjutan lingkungan untuk mengurangi efek perubahan iklim, serta wujud kepedulian akan pelestarian hutan mangrove. Keterlibatan mahasiswa Bali dalam acara ini juga menjadi hal yang positif untuk lebih memahami tentang pelestarian mangrove. Dengan

demikian, mereka tergerak untuk mendorong kelestariannya hingga bertahun mendatang," sambutan Gubernur Bali, I Wayan Koster yang diwakili oleh Asisten Pemerintah dan Kesra, Sekda Provinsi Bali, I Gede Indra Dewa Putra, SE., MM.

Setelah tanaman tumbuh pada usia 10 tahun, masyarakat juga dapat memanfaatkan nilai guna langsung dari hutan mangrove untuk budi daya kepiting, serta memproduksi berbagai produk turunan dengan nilai mencapai Rp17 juta per Ha per tahun. Di samping itu, masyarakat pun dapat menerima manfaat atas nilai guna tidak langsung dari sektor ekowisata dan jasa lingkungan lainnya hingga Rp87 juta per Ha per tahun. Hal ini diproyeksikan dapat menggerakkan perekonomian, dengan total mencapai Rp104 juta per Ha per tahun.